Home Hukum EU-ABC Rilis Laporan Penanganan Perdagangan Ilegal di ASEAN

EU-ABC Rilis Laporan Penanganan Perdagangan Ilegal di ASEAN

Jakarta, Gatra.com - Badan utama untuk bisnis-bisnis Eropa di ASEAN, EU-ASEAN Business Council (EU-ABC), resmi merilis laporan advokasi “Tracking Illicit Trade in ASEAN”, sebuah laporan khusus mengenai perdagangan ilegal di kawasan Asia Tenggara sebagai upaya untuk mendorong ASEAN agar lebih sadar akan ancaman nyata yang sedang dihadapi pelaku bisnis.

Selain itu, penerbitan laporan riset ini sebagai bentuk respon dan upaya dukungan EU-ABC dalam menyajikan wawasan mendalam mengenai kolaborasi pemerintah dan industri dalam memberantas berbagai bentuk tindakan kejahatan transnasional melalui forum ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) atau pertemuan bidang kejahatan transnasional tingkat Menteri ASEAN.

Maraknya perdagangan ilegal tidak hanya berdampak negatif secara moneter terhadap pemerintah dan para pelaku bisnis namun hal ini secara tidak langsung juga mengancam kehidupan dan hak asasi manusia. Berdasarkan data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perdagangan ilegal telah diperkirakan telah merugikan ekonomi global sebesar US$2,2 triliun, dengan perdagangan barang palsu internasional mengakibatkan kerugian mencapai US$461 miliar.

Di kawasan Asia Tenggara sendiri, nilai pasar penyedia barang palsu diperkirakan mencapai US$35,9 miliar dan hal ini diperkirakan akan semakin mengkhawatirkan ke depannya. Sebagai contoh, pemerintah Vietnam telah menyita sebanyak 150.000 masker udara 3M palsu dan otoritas Filipina telah menyita suplai medis palsu senilai US$5 juta.

Memahami kondisi yang ada, para pemimpin ASEAN menyatakan komitmen dalam mengatasi tindakan kriminal transnasional khususnya dengan munculnya bentuk-bentuk ancaman baru lainnya akibat dari pandemi melalui KTT ke-37 ASEAN yang diadakan pada November lalu.

Executive Director EU-ABC, Chris Humphrey mengatakan pasar barang palsu ASEAN diperkirakan memiliki kontribusi sebesar hampir 10% dari perdagangan internasional global untuk berbagai jenis produk. “Apabila tidak ditangani, industri ilegal tersebut tentunya dapat merajalela dan berbahaya di saat kita saat ini sedang berhadapan dengan krisis kesehatan dan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Humphrey dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra.com, Selasa (8/12).

Pelaku sindikat perdagangan ilegal menurutnya mengeksploitasi kelemahan sistemis dan para pemimpin ASEAN harus mampu melihat urgensi keadaan itu untuk berkoordinasi dan berkolaborasi guna mengatasi kejahatan tersebut. “Kami memahami bahwa ini tugas yang cukup berat dan para pejabat pemerintahan tidak dapat menangani hal ini secara sendirian. Oleh karenanya, EU-ABC siap siaga untuk mendukung setiap usaha ASEAN dalam mengatasi perdagangan ilegal dan dampak negatif yang timbul karenanya.”

Baru-baru ini, EU-ABC bersama Société Générale de Surveillance (SGS), sebuah perusahaan verifikasi terkemuka dan Phillip Morris International (PMI), mengadakan lokakarya pelatihan virtual guna meningkatkan kesadaran akan masalah perdagangan ilegal. Kegiatan tersebut fokus pada teknik profiling risiko yang ditujukan untuk memperkuat kemampuan pegawai eksekutif bea cukai dalam mengidentifikasi kargo ilegal.

Dihadiri lebih dari 80 pegawai bea cukai dari Asia Tenggara, lokakarya mendatangkan ahli industri seperti Christophe Zimmermann selaku Development Director di SGS untuk mendiskusikan bagaimana ASEAN dapat bekerja sama untuk merancang sebuah tanggapan terkoordinasi bagi ancaman pemalsuan dan perdagangan ilegal internasional.

Dr. Patrick Kos, Head of Legal & Compliance di Roche Pharma APAC menyatakan perdagangan ilegal bahan dasar, obat-obatan dan diagnosis farmasi sangat membahayakan hidup pasien dimana para pelaku kriminal dapat memanfaatkan krisis Covid-19. “Maka dari itu, sangat penting bagi kami untuk melindungi produk dan pasien kami dengan mengimplementasikan fitur anti pemalsuan dan keamanan rantai pasokan secara proaktif”.

“Kami juga menganjurkan keterlibatan aktif industri nasional, internasional, dan pemerintah dalam pengembangan hukum yang lebih kuat dan penangguhan penegakan hukum, pendidikan masyarakat umum dan pelatihan pegawai lokal,” ujar Patrick.

Perkembangan industri perdagangan ilegal juga memberikan tekanan buruk pada penghasilan negara di saat pemerintah sedang menata ulang keuangan mereka setelah menghabiskan bermiliar-miliar untuk memastikan krisis kesehatan yang terjadi tidak memperburuk ekonomi. Contohnya, produksi batu giok Myanmar setiap tahunnya mencapai nilai US$12-$31, tetapi hampir 80% dari produksinya diselundupkan ke luar negeri serta mencuri penghasilan pajak pemerintah di negara tersebut.

“Perdagangan ilegal dan organisasi kriminal bermutasi, bermigrasi dan memodifikasi diri terhadap keadaan-keadaan baru,” ujar Lina Baechtiger dari PMI dan Anti-Illicit Trade Cluster Lead EU-ABC.

Krisis Covid-19 menurutnya telah mempercepat dinamika perubahan. Sebagai contoh, aktivitas ilegal dalam ruang e-commerce kerap terjadi dengan tingkat pertumbuhan sejak Maret lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. “Dunia pasca Covid-19 akan memengaruhi cara kita bereaksi dan menanggapi masalah sebagai representatif sektor publik, swasta dan masyarakat sipil. Kolaborasi lintas industri dan antar sektor publik-swasta sangat penting. Inilah waktunya ASEAN bertindak,” tandasnya.

262