Home Politik Dosen UGM: Polisi Harusnya Periksa Mahfud MD Sebelum Rizieq

Dosen UGM: Polisi Harusnya Periksa Mahfud MD Sebelum Rizieq

Yogyakarta, Gatra.com – Penanganan Covid-19 di Indonesia menunjukkan sejumlah langkah yang tak selaras atau inkonsisten. Kondisi ini terlihat hingga kasus kerumunan pendukung pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab (HRS).

Hal itu disampaikan pengajar Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (DPP Fisipol UGM) Bayu Dardias. Bayu berbicara di diskusi daring ‘Politik Pemerintahan 2020: Mencari Normalitas Baru dalam Rentetan Disrupsi’, yang disiarkan langsung di Youtube, Jumat (18/120).

“Kewenangan penanganan Covid-19 tumpang tindih, termasuk antara pemerintahan pusat dan daerah. Ini sangat terasa di Jakarta seperti langkah Anies Baswedan menjadikan Covid-19 bagian dari kapital politik untuk berhadapan dengan Jokowi untuk kepentingan politiknya di masa depan,” tuturnya.

Menurutnya, inkonsistensi pemerintahan Jokowi menangani Covid-19 terus terjadi hingga Rizieq Syihab pulang dan menimbulkan kerumunan. Terbaru, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) yang diperiksa polisi menyinggung Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

“Rizieq Syihab di-welcome sama Mahfud dan diizinkan dijemput (di bandara). Ini inkonsisten dan ada perlawanan (dari RK). Pemanggilan polisi dari upaya tegakkan protokol kesehatan menjadi motif politik. Seharusnya yang dipanggil Menko (Polhukam) dulu, tapi (polisi) enggak bisa karena atasannya,” tutur Bayu.

Tidak selarasnya pusat dan pemda juga terlihat dari data perkembangan Covid-19 yang berbeda. Selain itu, ada masalah antara lembaga adhoc dan permanen, yakni Gugus Tugas dan Kementerian Kesehatan yang membuat penanganan wabah tak optimal. Kondisi serupa juga terjadi antara badan eksekutif dan badan legislatif.

“Antar-otoritas tidak selaras. Negara kita ada persoalan tidak bergotong royong di semua elemen di masa pandemi. Pemerintah tidak sejalan mengatasi wabah,” kata dia.

Padahal kondisi itu menjadi tontonan publik dan menurunkan tingkat kepercayaan publik pada Covid-19 seperti ditunjukkan di sejumlah survei. “Ketidakjelasan pusat-daerah jadi implikasi serius di masyarakat sehingga mereka tidak peduli dan angka penularan Covid-19 jadi tinggi,” ujarnya.

Namun, menurut Bayu, Indonesia masih tertolong oleh kondisi ekonomi selama pandemi karena kebijakan membolehkan mobilitas disertai penerapan protokol kesehatan. “Indonesia bukan yang terbaik, tapi juga bukan yang terburuk. Kapasitas kita setara Negara-negara terbelakang di Afrika,” ujar dia.

Pengajar DPP UGM lain, Wawan Mas’udi, menyatakan kualitas seorang pemimpin akan teruji di masa krisis seperti saat bencana dan kala wabah seperti ini. Kemampuan pemimpin mengatasi krisis di masa pandemi mampu menuai dukungan publik dan dapat menjadi suatu populisme positif.

“Contohnya Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, sehingga dia terpilih lagi. Meski ada juga beberapa pemimpin yang justru menekan tracing Covid-19. Kalau di Indonesia, saya tidak tahu,” kata Wawan sambil tersenyum.

7725