Home Hukum Koruptor Yogyakarta Ramai-ramai Dihukum Ringan Tahun Ini

Koruptor Yogyakarta Ramai-ramai Dihukum Ringan Tahun Ini

Yogyakarta, Gatra.com - Vonis sejumlah kasus perkara korupsi di Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang 2020 tergolong ringan. Efek jera bagi koruptor di DIY dinilai masih jauh dari harapan.

Hal itu seperti dicatat lembaga anti-korupsi di DIY, Jogja Corruption Watch (JCW). Pegiat JCW Baharuddin Kamba mencatat enam kasus korupsi yang telah divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta pada 2020 dengan vonis ringan.

“Vonis ini masih jauh dari harapan karena lebih banyak memberikan vonis ringan terhadapa para terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi,” kata Kamba, Senin (28/12).

Ia merinci, pada 2 Januari, Pengadilan Tipikor Yogyakarta menjatuhkan vonis terhadap tiga terdakwa dalam kasus korupsi di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik, Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya (P4TKSB) DIY.

Para terdakwa itu adalah mantan Kepala P4TKSB Salamun, mantan Pejabat Pembuat Komitmen, Bondan Suparno dan mantan Bendahara Pengeluaran, Agung Nugroho.

Salamun divonis hukuman 3 tahun dan denda Rp 100 juta subsiber 6 bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 7,7 miliar. Bondan dijatuhi hukuman pidana selama 2 tahun denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp345 juta.

“Terdakwa Bondan Suparno terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang,” catat Kamba.

Adapun Agung dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 9 bulan dengan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp670 juta.

“Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIY, kasus ini menyebabkan merugian negara Rp21,6 miliar,” kata Kamba.

Kasus kedua, yang divonis pada 16 Januari adalah untuk terdakwa Gabriella Yuan Anna selaku Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri dengan vonis 1 tahun dan 6 bulan penjara. Gabriella terbukti melakukan suap terhadap dua jaksa yakni Eka Safitra Jaksa pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan Satriawan Sulaksono jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta.

Gabriella terbukti melangggar pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 64 ayat 1 KUHPidana. “Padahal, Jaksa Penuntut Umum pada KPK menuntut terdakwa dengan 2 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan,” sebut Kamba.

Ketiga, pada 10 Maret, dijatuhkan vonis kepada terdakwa Ruswantara mantan Kepala Desa Banyurejo, Tempel, Sleman selama 1 tahun dan denda Rp75 juta atau subsider 3 bulan kurungan pada kasus korupsi dana desa Rp 633 juta pada 2015 - 2016.

Terdakwa juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara lebih dari Rp 452 juta atau subsider 1 tahun kurungan serta Rp 130 juta yang merupakan uang sita wajib dikembalikan ke kas desa.

“Padahal, pada 24 Januari 2020, Jaksa Penutut Umum menuntut terdakwa selama 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta atau subsider 3 bulan kurungan,” imbuh Kamba.

Kasus keempat berkaitan dengan kasus kedua yakni kasus suap yang diberikan oleh pengusaha Gabriella Yuan Anna Kusuma dalam lelang proyek rehabilitasi saluran air hujan Jalan Soepomo di Kota Yogyakarta tahun anggaran 2019.

Pada 20 Mei, vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan untuk terdakwa penerima suap jaksa Eka Safitra Jaksa, fungsional sekaligus anggota Tim Pengawal Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta.

Sementara terdakwa Satriawan Sulaksono yang merupakan jaksa fungsional di Kejaksaan Negeri Surakarta divonis 1 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.

“Kedua terdakwa divonis lebih ringan dari tuntutan JPU pada KPK yakni untuk terdakwa Eka Safitra selama 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta sementara terdakwa Satriawan Sulaksono dituntut selama 4 tahun pejara dan denda Rp 200 juta,” ujarnya.

Kelima, pada 27 Oktober, vonis untuk terdakwa Humam Sutopo, mantan Kades Banguncipto, Sentolo, Kulonprogo selama 6 tahun penjara, dan denda Rp 200 juta atau subsider 3 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 392 juta atau subsider pidana penjara selama 2 tahun.

Sementara, terdakwa Sumadi, mantan bendahara Desa Banguncipto, divonis penjara 5 tahun, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 241 juta subsider 2 tahun penjara.

“Kedua terdakwa divonis bersalah dalam kasus dana desa pada 2014-2018 saat kedua terdakwa menjabat. Dalam kasus korupsi dana desa ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1,150 miliar. Vonis majelis hakim sama dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum,” tuturnya.

Terakhir, pada 15 Desember, vonis terhadap terdakwa Agus Setiyawan, Lurah Baleharjo, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul nonaktif. Ia dihukum selama 1 tahun penjara dalam kasus korupsi pembangunan balai kelurahan setempat.

“Kerugian negara sebesar Rp 353 juta dan sudah dikembalikan oleh terdakwa. Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa selama 1 tahun dan 6 bulan,” katanya.

Menurut Kamba, sesuai catatan JCW, tren vonis ringan 1 - 4 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta selama 2020 terbilang tinggi, apalagi jika ditambah potongan masa tahanan.

“Dengan masih adanya tren vonis ringan kepada para terdakwa kasus korupsi, maka berimplikasi serius pemberian efek jera yang masih jauh bagi terdakwa,” kata Kamba.

Selain itu,Kamba menilai vonis itu masih jauh dari kata adil bagi masyarakat. “Tren vonis ringan akan berdampak makin suramnya pemberantasan korupsi di republik ini ke depan, jika Mahkamah Agung (MA) tetap mempertahankan tren vonis ringan terhadap terdakwa kasus korupsi,” ujarnya.

1661