Home Ekonomi Semangat Elsa, Penjahit Asa Perempuan di Pinggiran Kota

Semangat Elsa, Penjahit Asa Perempuan di Pinggiran Kota

Padang, Gatra.com- Sore itu, puluhan perempuan berbondong datang ke sebuah rumah pinggiran kota di Jalan M.Hatta Nomor 55, Simpang Koto Tingga, Kelurahan Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Meski tak lagi muda, semangat mereka tidak pernah terkubur menjemput asa masa depan keluarganya.

"Assalamualaikum, uni (mbak) Elsa," sapa mereka. "Waalaikumusalam. Silahkan masuk Buk," sambut perempuan muda, Elsa Maharani, pemilik Maharani Hijab dengan ramah. Setelah semuanya datang, mereka berkumpul dalam sebuah ruangan, bersilaturahmi, dan membahas target pakaian pesanan yang harus diselesaikan sepekan ke depan.

Memang, sejak setahun terakhir Uni Eca panggilannya, telah mengubah perekonomian masyarakat sekitarnya dengan usaha menjahit. Setidaknya, hingga saat ini sudah 31 orang lebih yang bergabung menjadi mitra Kampung Jahit Maharani sebagai bagian kampung penjahit. Dengan semangat kuat memberdayakan, puluhan rumah masih bisa tetap "ngebul" dari hasil jahitan.

"Mereka ibu-ibu ini, datang sekali seminggu menyetor hasil jahitannya, dan membawa pulang bahan jahitan untuk sepekan ke depannya lagi. Kainnya sudah dipotong-potong, mereka hanya menjahitnya di rumah masing-masing," tutur Elsa saat ditemui Gatra.com, beberapa waktu lalu.

Penuturan perempuan muda kelahiran Padang, 5 Maret 1990 itu, mayoritas mitra kerjanya kaum perempuan yang telah memiliki basic dasar menjahit. Beberapa mitra tersebut dulunya kerja di taylor, terutama di kawasan Pasar Raya Padang atau usaha jahitan rumahan. Bahkan di antara mitra ada korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari provinsi lain akibat pandemi COVID-19.

Prihatin dengan nasib penjahit-penjahit kaum perempuan itu, akhirnya Elsa membuka kesempatan untuk menjadikan mitra Kampung Jahit Maharani untuk kampung penjahit. Berkat semangat bersama membangkit ekonomi di tengah pandemi, kini puluhan mitra kerja Kampung Jahit Maharani bisa kembali bernafas lega. Apalagi, dengan bermitra di kampung jahit ini bisa kerja hanya dari rumah.

"Ibu-ibu ini dulu juga penjahit, tapi sejak adanya corona, usaha taylor tempat mereka kerja sepi bahkan tutup, otomatis tidak ada penghasilan. Apalagi di Padang, klaster COVID-19 pertama di toko kain. Ada juga mitra korban PHK di Batam, dan Medan, yang akhirnya pulang kampung jadi mitra kita," terang Elsa.

Pernyataan alumnus Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas (Unand) Padang itu, dibenarkan oleh Leo (39) selaku satu di antara empat penjahit laki-laki Kampung Jahit Maharani. Semenjak bergabung sebagai mitra, ekonominya mulai pulih setelah menjadi penggangguran selama 3 bulan dari seorang karyawan usaha jahitan akibat pandemi COVID-19.

Cerita Leo, ia merupakan orang Bengkulu yang sudah malang-melintang menjadi karyawan taylor. Mulai membuka usaha jahit di Bengkulu, pindah ke Muara Labuh, Kabupaten Solok Selatan, dan akhirnya menetap di Kota Padang. Akibat adanya virus corona dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan pemerintah Provinsi Sumbar, ekonominya semakin pelik.

"Dulu kerja sebagai penjahit di usaha taylor, akibat pandemi COVID-19 saya di rumahkan. Tiga bulan saya menganggur, makan numpang di rumah kakak. Lalu kenal Kampung Jahit Maharani di sosial media, dan diterima sebagai mitra. Merasa bersyukur bisa menafkahi keluarga lagi," ujar Leo saat ditemui Gatra.com di lokasi.

Menurutnya, sejak bermitra di Kampung Jahit Maharani ia semakin ulet untuk menjahit sesuai yang ditargetkan. Bahan kain untuk sepekan bisa diselesaikan dalam waktu empat hari. Setiap helai baju yang dijahit dihargai Rp25 ribu, dan masker Rp2 ribu. Dengan demikian, ia mampu menghitung penghasilan per bulannya. Sedikitnya setiap minggunya bisa mengantongi Rp500 ribu.

Semangat Berdayakan Perempuan

Sesuai karakter namanya, Elsa Maharani, semenjak kuliah selalu bertekad ingin memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi orang banyak. Semangat itulah awal mulanya membangun Kampung Jahit Maharani sejak akhir 2018 lalu dengan merekrut orang pandai menjahit namun lemah secara ekonomi. Kini lebih 31 penjahit dari beragam latar belakang menopang hidup ke Kampung Jahit Maharani.

Selaku anak kedua dari 10 bersaudara, Elsa bertekad membangun bisnis pambangkiak batang tarandam, yang bisa membantu adik-adiknya. Apalagi, ia memang tidak sempat melamar kerja karena lebih memilih menikah di masa kuliah. Selain itu, ingin membantu orang banyak sesuai Moto Maharani Hijab, "Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR.Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).

Elsa menceritakan, saat masa kuliah di Unand Padang, ia juga sempat menimba ilmu tentang pemberdayaan masyarakat. Dari situ ia belajar, bahwa status kesejahteraan masyarakat berkaitan dengan derajat ekonomi. Bila diuraikan, jika ekonomi suatu keluarga terpenuhi maka masalah kesehatan masyarakat otomatis juga akan meningkat. Dalam artian, ekonomi dan kesehatan saling berkaitan.

"Jadi masalah kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan status ekonomi masyarakat. Maka konsep inilah kami tanamkan untuk Kampung Jahit Maharani, ibu-ibu tetap di rumah, bisa menjaga kesehatan keluarga, tapi tetap bisa berpenghasilan," ungkap Elsa yang pernah mengenyam pendidikan SMAN 3 Padang itu.

Pengakuan Elsa, membangun Kampung Jahit Maharani ini butuh proses panjang, bukan secara tiba-tiba. Awalnya, sejak di bangku kuliah sudah menggeluti usaha jualan online, yakni produk Cina. Kemudian terbesit di hatinya menjual produk lokal asli Indonesia, yakni menjadi reseller hijab nasional yang juga dijual secara marketplace, dan berhasil menjadi agen yang memegang 17 brand ternama.

Berkat dukungan suaminya, Fajri Gufran Zainal lulusan STAN Jakarta, Elsa berhasil menjadi distributor 5-6 brand hijab nasional tersebut. Keberhasilan dan pengetahuan selama malang-melintang menjadi distributor pakaian muslim dari hulu hingga hilir ini, membuka pikiran ibu dua anak ini untuk menjadi produsen dengan brand berkualitas sendiri di Ranah Minangkabau.

"Pengalaman jualan online dan menjadi distributor itu mimpi menjadi produsen. Suami juga sangat mendukung, setidaknya selama Kampung Jahit Maharani berdiri, 13 kali kami datang ke Jakarta, mensurvei bahan, datang ke brand-brand ternama, serta cari supplier kain," ujar anak kedua dari 10 bersaudara itu.

Dengan dorongan dari suami, Elsa memulai dengan mencari penjahit-penjahit di sekitar tempat tinggalnya. Kemudian, dari kualitas jahitan, dan banyaknya permintaan dari konsumen akhirnya Maharani Hijab merekrut penjahit lebih banyak. Semua penjahit tersebut saat ini telah memiliki mesin jahit sendiri di rumah masing-masing, sehingga bisa bekerja dengan leluasa dari rumah.

Adapun dinamakan Kampung Jahit Maharani ini, kata Elsa, berawal dari penjahit mitra-mitra Maharani Hijab yang membentuk konsep setiap penjahit bekerja dari rumah. Dalam artian, penjahit-penjahit di Kelurahan Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang rumahnya saling berdekatan. Dengan demikian, penjahit-penjahit mitra Maharani Hijab ini saling menguatkan dan membantu.

Dari hasil menjahit ini, ibu-ibu selaku mitra Kampung Jahit Maharani bisa berpenghasilan di atas UMR setiap bulannya. Kendati begitu, semua mitra harus menjaga standar kualitas nomor satu brand Maharani Hijab, agar selalu dipercaya oleh konsumen. Apabila ada produk dengan hasil jahitan kurang apik, maka akan dikembalikan dan dibongkar untuk diperbaiki sesuai standar yang dipakemkan.

"Ada satu RT di sini, 12 orang penjahit rumahnya berdekatan, makanya namanya kampung jahit. Penjahitnya mayoritas perempuan, karena kita paham sibuknya perempuan di rumah. Jadi bisa menjahit, bisa ngurusi anak dan suami juga. Mereka bisa saling tanya, bantu-membantu, sebab belok dikit saja jahitannya harus dibongkar demi kualitas," tuturnya.

Pernyataan alumnus Unand Padang itu, dibenarkan Evi Herianis (52), yangnhasil jahitannya pernah dibongkar karena tidak sesuai kualitas Maharani Hijab. Namun sejak bergabung menjadi mitra Kampung Jahit Maharani, ekonomi keluarganya terus membaik. Pasalnya, hanya dalam sepekan warga Pila Tarok, Pasar Ambacang itu bisa meraup hasil ratusan ribu rupiah dari hasil menjahit.

Apalagi, kata orang pertama bergabung menjadi mitra Kampung Jahit Maharani pada akhir April 2019 lalu itu, orderan manjahit tidak pernah putus-putusnya meskipun saat pandemi COVID-19. Dalam seminggu, bahkan ia mampu menjahit 30 helai baju yang diupah Rp25 ribu per helainya. Kendati begitu, kualitas jahitan sangat diperhatikannya agar tidak mengecewakan pelanggan.

"Saya orang pertama jadi mitra Kampung Jahit Maharani. Sangat bersyukur, jahitan Borongan banyak. Dulu saya anak buah orang jahitan rumahan sulit cari pelanggan, hasil tidak menentu. Sekarang dalam sebulan minimal bisa dapat uang Rp2 juta. Sehelai baju upahnya Rp25 ribu, kalau masker Rp2 ribu," tutur warga asli Maninjau, Kabupaten Agam itu.

Surprise! SATU Astra Award 2020

Semangat Elsa Maharani membangun Kampung Jahit Maharani di pinggiran Kota Padang membuahkan hasil gemilang. Betapa tidak, berkat kegigihan membangun jejaring kemitraan yang kuat, kini Kampung Jahit Maharani mampu memproduksi 1.500-2000 produk setiap bulannya dengan memberdayakan masyarakat tempat tinggalnya dengan konsep sociopreneur.

Bukan itu saja, kini Kampung Jahit Maharani bahkan sudah memiliki 120 reseller seluruh Indonesia, 41 agen dari Aceh hingga Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Semuanya dijual secara online tanpa ada toko yang bisa menambah biaya operasional. Namun di balik itu semua, puluhan keluarga di Kelurahan Ambacang, Kota Kuranji Padang terbantukan secara ekonomi.

"Khusus reseller di Sumbar ada 7, kita tidak punya toko, semuanya jualan online. Jadi barang kita tidak ada di Tanah Abang, atau Pasar Raya Padang. Kendati kita menghabiskan 30 juta operasional per bulannya, tapi alhamdulillah kita masih tetap bertahan dan mampu menjalani bisnis ini membantu keluarga serta masyarakat sekitar," ungkap Elsa.

Berkat kegigihan memberdayakan ekonomi masyarakat itu, Elsa diganjar dengan penghargaan SATU Indonesia Awards 2020 dari PT Astra International Tbk, sebagai 11 tokoh muda Indonesia bidang kewirausahaan. Penyerahan apresiasi 11th SATU Indonesia Awards tersebut diserahkan langsung oleh Presiden Direktur Astra Djony Bunarto Tjondro pada Sabtu, 31 Oktober 2020 lalu.

"Pokoknya surprise-lah. Awal September kemarin saya dihubungi pihak SATU Indonesia Awards dari Astra, karena saya merasa tidak pernah mendaftarkan diri, saya acuhkan. Tahu-tahunya, ketika cerita setelah suami pulang, rupanya dia yang daftarin. Akhirnya ikut, dan terpilih," cerita Elsa sumringah.

Tak hanya berbisnis, Elsa juga menyempatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial bersama warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Muaro Padang, lalu kerjsama dengan PT Paragon Technology and Innovation (Wardah) dalam seminar kewirausahan. Kemudian sudah ada tawaran kerjasama dengan Balai Diklat Kota Padang terkait pelatihan menjahit bagi masyarakat.

Jauh sebelum itu, Elsa bersama suaminya telah lebih dulu mendirikan Rumah Quran Serambi Minang di bawah Yayasan Serambi Minang Madani. Santrinya kini melebihi 200 orang, dari anak-anak hingga mahasiswa untuk belajar Al-Quran. Bahkan, di awal pandemi COVID-19, Kampung Jahit Maharani menyumbangkan masker ke masyarakat hasil kerjasama dengan mahasiswa Tata Busana Universitas Negeri Padang.

"Sebelum corona, rumah tahfiz Quran ini digunakan bergantian dengan tempat memotong kain. Pukul 08.00-15.00 WIB untuk kegiatan menjahit, setelah salat Ashar dipenuhi oleh 200 santri untuk mengaji. Pokoknya sebelum corona di sini selalu ramai oleh anak-anak," imbuhnya yang selalu memberi manfaat bagi masyarakat luas itu.

Keberhasilan Elsa Maharani membangun Kampung Jahit Maharani, mendapat tanggapan positif dari Jhon Edi, selaku Ketua RT setempat. Menurutnya, sejak adanya Kampung Jahit Maharani ini, sangat membantu ekonomi masyarakat setempat khususnya kaum perempuan. Apalagi di saat pandemi COVID-19 penghasilan keluarga tidak menentu dan banyak pengangguran bagi warga setempat.

"Alhamdulillah sangat membantu warga, khususnya ibu-ibu di sini. Sebab ada suaminya tidak bekerja akibat adanya corona, ada yang driver Gojek tidak dapat penumpang. Sejak Kampung Jahit Maharani ada, ibu-ibu bisa membantu ekonomi keluarganya," tutup Jhon.

1634