Home Info Sawit Dari Tanjung Harapan Mengejar Mimpi

Dari Tanjung Harapan Mengejar Mimpi

Yogyakarta, Gatra.com - Perempuan 19 tahun nampak menatap jauh. Matanya menerawang. Istiqomah namanya. Dari Desa Tanjung Harapan Kecamatan Telaga Anteng Kabupaten Kota Waringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah, dia terbang ke Yogyakarta demi menjadi mahasiswa Taruna Sawit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Saya sudah dua kali ikut seleksi. Tahun lalu enggak lulus. Waktu itu seleksinya dipusatkan di Pangkalan Bun, sekitar 16 jam dari kampung saya. Saya harus berganti angkutan baru sampai di sana. Ongkos sekali berangkat Rp230 ribu,” cerita bontot dari dua bersaudara ini saat berbincang dengan Gatra.com di kantin kampus Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) di kawasan jalan Petung, Papringan, Caturtunggal Kecamatan Depok Kabupaten Sleman, Yogyakarta.    

Sebelum ikut seleksi kata anak buruh tani kelapa sawit ini, dia musti cari uang dulu, melansir tandan kosong kelapa sawit dari dump truk ke pohon-pohon kelapa sawit milik orang lain.

“Kakak saya Rohman Suprayitno yang sekarang kuliah D3 jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan di Yogya, sedang libur. Kami berdua cari upahan. Duit hasil upahan itulah yang saya pakai berangkat seleksi,” cerita langganan juara di SMK swasta Guna Jaya ini.

Meski tak lulus, Istiqomah tak berkecil hati. Menunggu seleksi tahun berikutnya, dia ikut ayahnya Sampeyadi kerja di kebun kelapa sawit. “Ibu saya sakit-sakitan. Enggak tega juga melihat ayah bekerja sendiri. Jadi apa yang bisa saya lakukan, ya saya lakukanlah,” air mata perempuan ini mulai menggenang.

Mulai dari mengajar mengaji, membantu di warung tetangga kata Istiqomah, dia lakukan. “Alhamdulillah, tahun ini saya lulus meski harus bolak-balik ke kantor kecamatan untuk dapat sinyal bagus. Soalnya seleksi tahun ini sudah online. Sempat juga sinyal hilang lantaran lampu mati,” katanya.

Mata perempuan ini kembali menerawang, mengingat kembali perjalanannya yang harus melintasi jalan berlumpur selama empat jam untuk sampai ke kota kabupaten.

“Kalau hujan akan lebih parah lagi. Sampai di kota, uang tabungan hasil kerja itu saya pakai untuk rapid test, beli sepatu, training, kaos dan barang barang yang dibawa kesini. Emak enggak mau saya beri uang itu,” perempuan ini mulai sesunggukan. Tak terbendung lagi air matanya.


Abdul Aziz

35