Home Info Sawit Dari Binjai Mengejar Mimpi

Dari Binjai Mengejar Mimpi

Yogyakarta, Gatra.com – Tak ada lagi yang ada di dalam pikiran lelaki 19 tahun ini selain menjadi yang terbaik di angkatannya kelak, di Diploma Satu Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY).

Sebab hanya itulah satu-satunya cara jebolan SMA Negeri 1 Binjai Sumatera Utara (Sumut) ini untuk membayar segala perjalanan pahit yang dia alami sebelum resmi menjadi mahasiswa Beasiswa Sawit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) 2020.

Dan impian yang dibangun oleh Jansen Fernando Bangun ini masuk akal. Sebab otak dari bontot empat bersaudara ini tergolong moncer. Buktinya tahun lalu dia sempat diterima tanpa test di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya lewat jalur prestasi.

"Uang emak enggak cukup untuk membayar biaya yang dibutuhkan ke sana. Nilainya sekitar Rp5,5 juta. Sudahlah duit enggak cukup, masalah keluarga muncul pula. Akhirnya kuliah saya batalkan," cerita langganan juara vokal solo dan pidato bahasa inggris se-Kota Binjai ini saat berbincang dengan Gatra.com di kantin kampus AKPY di kawasan Sleman Yogyakarta itu, tiga pekan lalu.

Tak jadi kuliah, lelaki asal Kelurahan Tanah Seribu Kecamatan Binjai Selatan, ini coba jadi tenaga honor di Inspektorat Binjai. Dari gajinya yang tak seberapa dan ditopang oleh kebun sawit seluas 2,5 hektar itulah kemudian dia bisa menyewa rumah bersama emaknya.

“Untung kebun itu masih bisa kami kelola meski sudah enggak tinggal sama Bapak lagi,” air mata mulai menggenang di kelopak mata lelaki ini. “Sebetulnya keluarga saya tergolong orang hebat juga, ada yang pejabat tinggi dan bapak saya dulu kepala desa. Tapi itulah, saya dan emak harus hidup mandiri, tapi bantuan siapapun,” katanya lirih.

Meski dijejali sederet masalah, hasrat untuk kuliah tetap saja masih membara di hati Jansen. Dia kembali menjajal kemampuan untuk ikut test di Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Medan. Sembari test berjalan, dia ikut pula test beasiswa sawit.

“Saya dinyatakan lulus di beasiswa sawit. Tapi pas lulus itu, masalah muncul pula. Kontrakan rumah kami habis. Bingung mau tinggal dimana lagi. Tapi untunglah jemaat gereja mengajak kami tinggal di rumah kosong miliknya, tak perlu bayar,” suara Jansen terbata-bata.

Dalam situasi yang serba tak karuan itulah kemudian lelaki ini mulai sadar bahwa pertanian adalah jalur hidupnya. “Emak saya orang Karo yang terkenal sebagai petani. Saya akan fokus di pertanian ini,” katanya.

Oleh keterbatasan biaya tadi, dia pun diskusi dengan teman yang sudah lebih dulu kuliah lewat jalur beasiswa sawit.

"Akhirnya saya pilih beasiswa sawit lantaran beasiswanya full. Orang tua enggak mengeluarkan biaya apa-apa lagi. Jadi walaupun misalnya Polbangtan lulus, saya tetap memilih beasiswa sawit yang prospeknya lebih cerah," ujarnya.

Jika sudah lulus kelak kata Jansen, dia akan kembali ke kampungnya, mengurus sawit yang 2,5 hektar tadi.

"Umurnya masih sekitar 10 tahun. Saya akan praktekkan ilmu saya di sana, sekaligus juga akan menjadi pendamping Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di kampung saya," katanya.


Abdul Aziz

 

26