Home Ekonomi Harga Kedelai Tak Terkendali, Perajin Tahu Terancam Bangkrut

Harga Kedelai Tak Terkendali, Perajin Tahu Terancam Bangkrut

Temanggung, Gatra.com - Naiknya harga kedelai impor di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir ini sangat memberatkan pelaku usaha pembuatan tahu dan tempe. Bahkan, tak terkendalinya harga sekarang membuat para perajin terancam gulung tikar alias bangkrut.

Mayangsari (50), pemilik usaha pembuatan tahu di Kampung Brojolan, Kelurahan Temanggung I, Kecamatan / Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, merasa sudah jatuh tertimpa tangga. Bagaimana tidak, sebelumnya usahanya sudah morat-marit dihantam badai pandemi Covid-19, dan sekarang dihadapkan dengan pertahankan pahit, melejitnya harga kedelai impor.

"Mulai terasa tidak wajar itu dua bulan lalu di mana harga kedelai Rp7.800 per kilogram, lalu naik Rp8.000 per kilogram. Lha dari situ kok terus naik jadi Rp8.500, ke angka Rp8.800, dan sekarang Rp9.000 per kilogram. Ini sangat berat bagi pelaku usaha kecil seperti kami," katanya, Senin (4/1).

Ia mencontohkan ketika dulu dalam keadaan normal harga kedelai sekitar Rp6.000 -an, tapi sekarang dikabarkan malah ada yang telah mencapai Rp9.500 per kilogram. Dalam hitungan mundur belasan atau puluhan tahun lalu sebenarnya perajin lebih senang menggunakan kedelai lokal karena rasanya lebih gurih dibanding kedelai impor.

"Sebenarnya lebih suka kedelai lokal karena rasanya lebih enak, dulu kami dapat dari Wonosari tapi sekarang sudah tidak ada. Kami berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini. Kita sudah berat karena ada pandemi corona, sekarang masih dihantam harga kedelai yang tinggi, selain mikir usaha juga ada 8 karyawan yang bergantung dari usaha saya mereka punya keluarga,"katanya.

Mayang pun mengaku bingung jika menaikkan harga khawatir minat konsumen akan turun, namun jika tidak naik usaha terancam bangkrut. Selain itu, alternatif mengecilkan ukuran atau volume tahu juga tidak lebih baik. Sebab konsumen itu selalu menginginkan harga murah, ukuran besar, dan rasa yang enak. Bagi perajin tahu tempe kestabilan harga menjadi sangat penting.

Ia memilih mengurangi jumlah produksi yang penting usahanya tetap bisa berjalan. Jika dalam keadaan normal setiap hari bisa melakukan 30 kali masak kini hanya 15 kali masak per hari. Untuk setiap kali masak diperlukan 10 kilogram kedelai, jadi paling tidak Mayang membutuhkan 3 kuintal kedelai per hari.

"Sekarang harga tahu per papan itu Rp50.000 bisa dipotong jadi 16 biji, tapi kalau untuk tahu petis bisa jadi 100 biji. Bingung mau naik nanti pasarannya sulit, kalau tidak, kita tidak kuat dengan harga kedelainya. Baiknya pemerintah itu mendorong dibudiyakannya kedelai lokal agar tidak tergantung impor seperti sekarang," ujarnya.

241

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR