Pekanbaru, Gatra.com- Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali mengatakan hutan alam seluas 2,1 juta hektare (ha) di Riau dikuasai korporasi. Luasnya hutan alam yang digarap korporasi, turut dipengaruhi oleh praktek korupsi dan pembakaran hutan dan lahan.
"Saat ini sisa hutan alam di Riau hanya tinggal 1.442.669 hektare. Padahal luas hutan alam Riau pada tahun 1982 tercatat 6.727.546 hektare. Data itu diperoleh melalui citra satelit Landsat 8-OLI dan Sentinel-2. 2,1 juta ha dikuasai korporasi seperti Asia Pulp and Paper (APP) dan April Grup," urainya di Pekanbaru.
Selain dikuasai korporasi, seretnya luasan hutan Riau juga imbas perkebunan kelapa sawit, dan aktivitas cukong-cukong yang menggarap kawasan hutan lindung, konservasi dan taman nasional.
Mirisnya, sebagian perkebunan sawit tersebut bodong alias illegal. Keberadaan kebun sawit ilegal terungkap dari kerja panitia khusus (pansus) Monitoring Evaluasi Perizinan DPRD Provinsi Riau tahun 2015, ada sekitar 1,8 juta hektar sawit illegal yang terbagi dalam 378 perusahaan.
Selain berdampak pada lingkungan hutan, kebun sawit bodong itu juga menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara.
"Keberadaan kebun sawit bodong itu membuat potensi pajak perkebunan sawit tidak optimal untuk negara. Hanya Rp9 triliun yang masuk ke kas negara, padahal potensi pajak perkebunan mencapai Rp24 triliun," imbuhnya.
Adapun, Riau berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2019,merupakan provinsi dengan lahan sawit terluas, dengan luasan mencapai 2,74 juta ha atau sekitar 19% dari total luasan kebun sawit Indonesia yang mencapai 14,23 juta hektare.
Posisi tersebut dengan sendirinya menempatkan Riau sebagai sentra penghasil minyak sawit di Indonesia.