Home Hukum Pakar: Wamenkumham Keliru soal Pidana Tolak Vaksin Covid-19

Pakar: Wamenkumham Keliru soal Pidana Tolak Vaksin Covid-19

Jakarta, Gatra.com - Advokat dan Pakar Hukum Kesehatan Universitas Widya Mataram Yogyakarta Hasrul Buamona menilai keliru pernyataan Wakil Menteri Hukum dan Ham (Wamenkumham) Prof. Dr. Eddy OS Hiariej yang menyampaikan bahwa 'Warga Tak Mau Divaksin Corona, Bisa Masuk Penjara; sebagaimana dimuat sejumlah media. Alasannya, Wamenkumham merujuk pada Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“Wamenkumham keliru bilamana Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 yang dijadikan dasar hukum untuk mempidanakan setiap orang yang tidak ingin divaksin, walaupun norma pidana dalam hal ini bersifat ultimum remedium,” kata Hasrul dalam keterangannya, Rabu (13/1).

Menurut Hasrul, dalam Pasal 93 berbunyi “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000”.

Dikatakan bahwa apabila kembali melihat definisi kekarantinaan kesehatan dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 6 Tahun 2018 adalah “upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.” 

“Dari definisi ini sebenarnya lebih cenderung kepada pengaturan aktivitas sosial masyarakat yang mana hal ini kemudian terbagi dalam beberapa bentuk karantina yaitu Karantina Wilayah, Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit dan Pembatasan Sosial Berskala Besar,” katanya.

Perlu diketahui, kekaratinaan kesehatan lebih pada suatu kebijakan untuk pembatasan kegiatan dan pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular. Sehingga secara hukum Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tidak tepat digunakan untuk mempidanakan setiap orang yang tidak ingin divaksin Covid-19 sebagaimana dijelaskan di atas. 

“Terkait dengan Pasal 93 di atas, saya hanya ingin mengingatkan bahwa terdapat asas hukum lex scripta, lex certa dan lex stricta. Dimana asas-asas hukum ini mengatur bahwa hukum pidana harus tertulis, jelas, tegas dan tidak bisa dianalogi,” ujarnya.

Jika Wamenkumham ingin terapkan sanksi pidana walaupun sebagai ultimum remedium, lanjut Hasrul, maka Wamenkumham dapat menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, diancam pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta.

3961

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR