Yogyakarta, Gatra.com – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta memperingatkan potensi terjadinya cuaca ekstrem di Daerah Istimewa Yogyakarta sampai Februari mendatang. Ancaman banjir lahar dari Merapi belum signifikan.
Kepala Stasiun Klimatologi Mlati BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas mengatakan curah hujan di wilayah DIY pada Januari ini umumnya memiliki intensitas sedang hingga lebat.
Menurutnya, hal itu terjadi karena dua faktor. Pertama, Januari sampai Februari merupakan puncak musim hujan. Kedua, adanya pusat tekanan rendah di sekitar perairan selatan Jawa.
“Saat ini terpantau pusat tekanan rendah. Pusat tekanan rendah ini disebut juga bibit siklon yang mengakibatkan banyaknya tumbuh awan-awan hujan,” katanya, Rabu (20/1).
Reni mengatakan, jika tekanan udara semakin naik, dampaknya akan pudar atau tak akan menumbuhkan awan-awan hujan. “Tetapi jika tekanan udaranya semakin rendah akan berdampak pada penambahan intensitas curah hujan di wilayah Yogyakarta,” katanya.
Menurut Reni, dinamika di atmosfer itu memiliki dampak berbeda di sejumlah daerah. “Untuk Malang (Jawa Timur) dampaknya mungkin banjir, tapi untuk Yogyakarta belum banjir,” ucapnya.
Curah hujan ekstrem, yakni hujan dengan intensitas di atas 50 milimeter per hari, berpotensi terjadi di wilayah DIY. Namun potensi itu mulai turun pada Maret mendatang atau seiring terlewatinya puncak musim hujan. “Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dengan potensi bencana hidrometeorologi (banjir) saat ini,” katanya.
Kepala Pelaksana BPBD Sleman Joko Supriyanto mengatakan potensi cuaca ekstrem di DIY belum cukup signifikan terhadap ancaman banjir lahar di sungai yang berhulu di Merapi. Sebab, menurut dia, material di sekitar puncak Gunung Merapi masih sedikit.
“Kalau hujan deras di atas (puncak Merapi), material di lereng atas mengalir ke sungai-sungai. Material sampai saat ini belum terlalu banyak. Jadi yang mengalir juga sedikit,” ucapnya.
