Home Politik Kuasa Hukum Bantah Twit Jumhur Hidayat Memantik Keonaran

Kuasa Hukum Bantah Twit Jumhur Hidayat Memantik Keonaran

Jakarta, Gatra.com - Kuasa hukum Jumhur Hidayat, Oky Wiratama membantah jika kicauan kliennya di Twitter yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja disebut memantik keonaran seperti yang didakwakan jaksa.

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menyebarkan berita bohong atau hoaks dan membuat keonaran melalui kicauan di akun Twitter pribadinya.

"Menurut kami kasus Jumhur Hidayat yang melakukan tweet terkait penolakan Omnibus Law itu tidak ada kaitannya dengan menyebabkan keonaran," kata Oky setelah sidang pembacaan dakwaan kliennya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/1).

Menurutnya, konten Jumhur diunggah pada awal Oktober 2020, sedangkan gelombang penolakan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja sudah terjadi sejak sebelumnya, atau Juli 2020. Oky menyatakan, tak ada ukuran signifikan yang bisa memastikan bahwa cuitan Jumhur Hidayat berdampak pada makin riuhnya penolakan masyarakat terhadap UU sapu jagat tersebut.

"Jadi bagaimana ukuran signifikan karena tweet Jumhur menyebabkan semua gerakan masyarakat menolak Omnibus Law?" tanya dia.

Sebelumnya, JPU menilai perkataan Jumhur menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.

"Terdakwa dalam menyebarkan informasi melalui akun Twitternya tersebut terdakwa memasukkan tulisan yang berisi kalimat-kalimat yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), yaitu golongan pengusaha dan buruh," kata jaksa di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/1).

Akibat kicauannya itu, JPU menilai ada polemik di tengah masyarakat terhadap UU tersebut. Jaksa juga menduga kicauan itu sebagai salah satu pemantik terjadinya rangkaian aksi penolakan UU Ciptaker yang dimulai pada 8 Oktober 2020.

"Akibat perbuatan terdakwa menerbitkan keonaran di masyarakat. Salah satunya, muncul berbagai pro kontra terhadap Undang-undang Cipta Kerja tersebut sehingga muncul protes dari masyarakat melalui demo. Salah satunya, demo yang terjadi pada tanggal 8 Oktober 2020 di Jakarta yang berakhir dengan kerusuhan," terang jaksa.

Adapun kicauan Jumhur yang dinilai bermasalah terhadap UU Ciptaker diunggah pada 25 Agustus 2020. Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengatakan, "buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".

Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah kiacuan yang diduga berbunyi seperti, "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".

Atas perbuatannya, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang - Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

210