Home Hukum Larang Demo di Malioboro, Sultan Dilaporkan ke Ombudsman

Larang Demo di Malioboro, Sultan Dilaporkan ke Ombudsman

Yogyakarta, Gatra.com – Sejumlah lembaga yang tergabung di Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) melaporkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ke Ombudsman Republik Indonesia atas dugaan maladministrasi, Rabu (27/1).

Gubernur DIY diduga melanggar sejumlah prosedur formal saat menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka. Isi aturan ini antara lain melarang unjuk rasa di sejumlah lokasi di DIY, seperti Malioboro dan Keraton Yogyakarta.

Tri Wahyu KH, salah satu perwakilan ARDY, menjelaskan, sebelum pelaporan ini ARDY telah melayangkan somasi ke Sultan untuk mencabut aturan itu.

“Namun, pada hari ketujuh atau batas akhir desakan yang kami minta, tidak terdengar kabar Pergub dicabut. Surat balasan terhadap surat yang kami kirim langsung secara resmi dan patut kepada Gubernur itu pun juga tidak tiba,” ujar Wahyu.

ARDY pun melaporkan Sultan ke Ombudsman karena melanggar sejumlah prosedur formal, seperti pelanggaran asas keterbukaan.

“Seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Asas keterbukaan ini lantas harus diwujudkan dalam sejumlah hal, yang didasarkan atas salah satunya: aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat,” kata Wahyu.

Menurutnya, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk untuk Pergub tersebut. Masyarakat juga dapat memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dan dapat mengakses setiap rancangan peraturan perundang-undangan.

“Akan tetapi, hak masyarakat untuk memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis, baik melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi atau seminar, lokakarya dan/atau diskusi publik, diduga tidak pernah dipenuhi oleh Gubernur DIY,” kata Wahyu.

Selain itu, rancangan dari Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat bahkan cenderung tertutup.

Selain melanggar asas keterbukaan, Wahyu menyebut Pergub itu melanggar asas-asas umum penyelenggaraan negara seperti asas kepentingan umum. Hal ini mengacu pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

“Asas kepentingan umum itu lalu diwujudkan dalam bentuk peran serta masyarakat, yang salah satunya adalah hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap kebijakan penyelenggara negara,” kata dia.

Asas partisipatif dalam pelayanan publik seperti diatur Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga diduga dilanggar. “Ini diabaikan pula oleh Gubernur. Tidak ada peningkatan peran serta masyarakat dalam pembentukan Pergub. Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang demokratis tidak diperhatikan,” ujar Wahyu.

ARDY juga menilai sikap Gubernur DIY tidak konsisten dalam pelayanan publik. Hal ini karena penyusunan Pergub itu meniadakan uji public, sedangkan SOP New Normal di DIY harus diuji publik. Pembedaan ini bertentangan dengan pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 soal asas tertib penyelenggaraan negara.

“Berangkat dari hal-hal di atas, kami menyimpulkan Gubernur DIY terindikasi telah melakukan maladministrasi sebagai dimaksud pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI,” kata Wahyu.

ARDY merupakan gabungan 78 lembaga, seperti LBH Yogyakarta, AJI Yogyakarta, dan Walhi Yogyakarta, Pusham UII, Indonesia Court Monitoring (ICM), KontraS, YLBHI, dan JATAM.

178