Home Kebencanaan Industri Ekstraktif Picu Bencana Banjir Tahunan di Riau

Industri Ekstraktif Picu Bencana Banjir Tahunan di Riau

Pekanbaru,Gatra.com -  Sebaran industri ekstraktif, yakni industri yang mengambi langsung bahan baku dari alam, yang marak di Provinsi Riau telah memicu bencana banjir di provinsi ini. 
 
Berdasarkan data dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), sejak 2008-2020 jumlah penduduk yang terdampak banjir mencapai 1.067.615 jiwa, dengan 4.895 rumah hancur dan terdampak banjir. 
 
"58 orang tercatat meninggal. Salah satu wilayah yang sering terdampak banjir adalah desa Lubuk Kembang Bunga di bentang Tesso Nilo, " sebut Jikalahari kepada Gatra.com, Kamis (28/1). 
 
Menurut aktivis Jikalahari, Okto Yugo, sejak lima tahun belakangan banjir menerpa kawasan di sekitar Tesso Nilo. Hal tersebut imbas perambahan hutan alam di Tesso Nilo. 
 
"Perusakan hutan alam di kawasan hutan oleh korporasi sawit dan hutan tanaman industri (HTI) serta cukong yang menebang hutan alam dan merusak gambut, menjadi penyebab utama banjir di Riau," jelas Okto. 
 
Tesso Nilo sendiri merupakan bentangan hutan dengan status hutan taman nasional. Taman nasional ini termasuk memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Tesso Nillo juga adalah salah satu sisa hutan dataran rendah yang menjadi habitat bagi satwa Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera. Taman ini memiliki luas
81.793,00 hektar Di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau.
 
Sambung Okto, banjir erat kaitanya dengan penggundulan hutan atau deforestasi, terlebih di kawasan daerah tangkapan air. 
 
"Banjir itu terjadi karena deforestasi. Deforestasi terjadi karena ada korupsi, pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di kawasan hutan dan gambut yang seharusnya menjadi zona lindung untuk resapan air, kata Okto.
 
Pantauan Jikalahari, tahu 2019, sisa hutan alam di Riau seluas 1.442.669 hektar dari 6.727.546 hektar pada 1982. Peningkatan deforestasi dilakukan oleh korporasi HTI, perkebunan sawit dan cukong-cukong yang merambah kawasan hutan lindung, konservasi dan taman nasional. Berdasarkan data Jikalahari, korporasi menguasai 2,1 juta hektar yang dikuasai oleh APP dan APRIL Grup.
 
Ironisnya saat banjir menjadi musibah tahunan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau hanya dibekali dana minim. 
 
Data yang diperoleh Gatra.com, pada tahun 2020 BPBD Riau hanya dibekali dana Rp14,8 miliar. Sedangkan pada tahun 2019 instansi tersebut hanya diongkosi Rp12,5 miliar. Sementara itu anggaran untuk tahun 2021 belum diketahui. 
540