Home Ekonomi Tarif Cukai Rokok Naik, Industri Rokok di Kudus Terpukul

Tarif Cukai Rokok Naik, Industri Rokok di Kudus Terpukul

Kudus, Gatra.com - Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 12,5% per Februari 2021, disebut bakal memberikan dampak penurunan signifikan pada industri rokok di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Ekonom Universitas Muria Kudus, Mamik Indaryani memperkirakan, bakal terjadi penurunan 60% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari industri rokok dan industri lain yang terlibat.

“Saya engga update jumlahnya (pabrik rokok di Kudus) untuk saat ini. Namun pengaruhnya terhadap PDRB 60%, termasuk industri pengolahan lainnya yang terlibat pada industri ini di Kudus,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Gatra.com, Selasa (2/2).

Karena harga rokok  mengalami kenaikan berkali lipat nantinya, dampak yang paling terlihat yakn beralihnya konsumen rokok pabrikan di sejumlah daerah.

Khususnya produk Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM). “Dampak yang pasti, tentunya terhadap penjualan,” imbuhnya.

Lanjut Mamik, penggemar rokok pabrikan akan beralih pada rokok tingwe yang merupakan akronim dari linting dewe (melinting rokok sendiri). Tidak hanya itu, tidak sedikit pula konsumen yang beralih ke rokok ilegal dengan harga terjangkau.

“Karena konsumen nantinya banyak yang beralih ke rokok tingwe dan rokok ilegal,” jelasnya.

Sebelum adanya tarif terbaru ini, menurutnya, banyak konsumen rokok yang telah beralih ke tingwe. Tidak hanya di kabupaten berjuluk Kota Kretek, tetapi hampir merata di seluruh daerah. Bahkan sejak pandemi Covid-19 ada di Indonesia, hal ini dikarenakan menurunnya daya beli masyarakat.

“Sekarang kios tingwe ada di mana-mana, jelas sangat berpengaruh. Belum lagi serbuan rokok ilegal pula,” bebernya.

Meski pun perusahaan rokok di Kudus telah berinovasi dengan rokok golongan 3 yang lebih terjangkau. Namun upaya tersebut belum mampu membendung menjamurnya tingwe di sejumlah daerah.

Adanya kenaikan CHT, digadang-gadang mampu menurunkan angka konsumen rokok yang berada di usia 10 sampai 18 tahun di Indonesia. Ia berharap adanya solusi lain, disamping menaikkan tarif CHT.

“Rokok memang bukan bahan pokok, tapi penyukanya menjadikan barang preferensi kesukaan,” ungkapnya.

 

650