Home Internasional Protes Anti Kudeta Myanmar Meluas, Jaringan Internet Padam

Protes Anti Kudeta Myanmar Meluas, Jaringan Internet Padam

Naypyidaw, Gatra.com – Aksi protes anti-kudeta di Myanmar meluas hingga hari ini. Ratusan demonstran muda tumpah ke jalan mengecam tindakan rezim militer baru negara itu. Jaringan internet nasional dan sosial media dipadamkan, untuk membungkam suara perbedaan pendapat.

Sekitar 3.000 pengunjuk rasa berkumpul di jalan dekat Universitas Yangon, sebagian besar memberi penghormatan dengan tanda tiga jari yang melambangkan perlawanan terhadap pengambilalihan tentara.

Dikutip Reuters, Sabtu (6/2), dalam aksi demonstrasi pertama sejak para jenderal merebut kekuasaan hari Senin lalu, para aktivis terus meneriakkan, "Diktator militer, gagal, gagal; demokrasi, menang, menang," seru demostran sambil memegang spanduk bertuliskan "Lawan kediktatoran militer". 

Banyak di antara kerumunan itu mengenakan pakaian merah, melambangkan warna Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) partai Aung San Suu Kyi yang menang telak pada pemilu 8 November, namun para jenderal menolak untuk mengakui, dengan mengklaim penipuan.

Ketika protes meluas, para aktivis mengeluarkan seruan di media sosial agar orang-orang bergabung dalam pawai, namun internet negara sengaja dipadamkan.

Kelompok pemantau NetBlocks Internet Observatory melaporkan pemadaman Internet skala nasional, itu menyebabkan media sosial seperti Twitter dan konektivitas lainnya menurun. Bahkan saksi melaporkan terjadi penutupan layanan data seluler dan Wi-Fi.

Junta militer tidak menanggapi permintaan komentar. Pihak militer mencoba untuk membungkam perbedaan pendapat dengan memblokir sementara Facebook dan memperluas tindakan keras media sosial seperti Twitter dan Instagram pada hari Sabtu.

Perusahaan telepon seluler Norwegia Telenor Asa mengatakan pihak berwenang telah memerintahkan penyedia internet untuk memblokir akses ke Twitter dan Instagram, "sampai pemberitahuan lebih lanjut".

Akibat, bbanyak pengguna sosial beralih menggunakan jaringan pribadi virtual untuk menyembunyikan lokasi mereka, meski terjadi gangguan yang lebih umum pada layanan data seluler, sehingga sangat membatasi akses ke berita dan informasi independen.

“Internet sudah down tapi kami tidak akan berhenti meninggikan suara kami,” tulis seorang pengguna Twitter. "Mari berjuang dengan damai untuk demokrasi dan kebebasan. Mari berjuang sampai menit terakhir untuk masa depan kita." katanya.

Organisasi masyarakat sipil Myanmar mengimbau penyedia Internet dan jaringan seluler untuk menentang perintah junta yang memblokir akses Internet.

"Dengan mematuhi arahan mereka, perusahaan Anda pada dasarnya melegitimasi otoritas militer, meskipun ada kecaman internasional terhadap badan ini," kata sebuah koalisi kelompok dalam sebuah pernyataan.

Sebuah gerakan pembangkangan sipil telah bergerak meluas di Myanmar sepanjang minggu ini, diantaranya dokter dan guru yang menolak untuk bekerja, dan setiap malam orang-orang membunyikan panci dan wajan sebagai pertunjukan kemarahan mereka.

Selain sekitar 150 penangkapan dilakukan militer pasca kudeta yang dilaporkan oleh kelompok hak asasi manusia, media lokal mengatakan sekitar 30 orang telah ditahan karena protes tersebut.

Amerika Serikat sedang mempertimbangkan sanksi yang ditargetkan pada individu dan entitas yang dikendalikan oleh militer Myanmar.

“Menteri Luar Negeri Antony Blinken mendesak diplomat tinggi China Yang Jiechi melalui saluran telepon pada hari Jumat untuk mengutuk kudeta tersebut,” kata Departemen Luar Negeri.

China, yang memiliki hubungan dekat dengan militer Myanmar, bergabung dengan konsensus mengenai pernyataan Dewan Keamanan, meski tidak mengutuk pengambilalihan militer tersebut dan mengatakan negara-negara harus bertindak demi kepentingan stabilitas tetangganya Myanmar.

“Utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengutuk kudeta tersebut dan melalui saluran telepon mendesak wakil kepala militer Myanmar Soe Win, untuk membebaskan semua yang ditahan,” kata seorang juru bicara PBB.

Kelompok pembebasan Human Rights Watch yang berbasis di AS, menyerukan pencabutan pembatasan internet, pembebasan tahanan dan diakhirinya ancaman terhadap jurnalis.

"Pemadaman berita dan informasi oleh para pemimpin kudeta tidak dapat menyembunyikan penangkapan mereka yang bermotif politik dan pelanggaran lainnya," kata direktur Asia Brad Adams.

408

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR