Home Gaya Hidup Akademisi Ungkap Dayak Lundayeh Krayan Sebut Tena Tefun

Akademisi Ungkap Dayak Lundayeh Krayan Sebut Tena Tefun

Jakarta, Gatra.com - Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan (UBT), Dr. Marthin, mengatakan, masyarakat hukum adat Dayak Lundayeh Krayan menyatakan kampung atau bawang merupakan tempat tinggal dari satu keturunan dengan sebutan tena tefun atau tanah nenek moyang.

Marthin dalam webinar bertajuk "Hukum Waris" gelaran Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia pada Sabtu (6/2), menyampaikan, itu terjadi karena masyarakat Dayak Lundayeh Krayan dahulunya nomaden sehingga tidak banyak yang dapat diwariskan.

"Tana binulung adalah suatu kepunyaan dari keturunan seseorang yang tidak boleh dilanggar. Ulung buaya merupakan tugu yang menenentukan penguasaan wilayah atau tanah oleh pendirinya," kata dia.

Marthin menjelaskan, dengan tidak banyaknya yang dapat diwariskan, maka kampung merupakan tanah nenek moyong, sehingga sulit menghapus suatu kampung dengan mengikuti Undan-Undang Desa.

"Karena kampung yang sudah ada itu merupakan kumpulan dari turunan, menghilangkan kampung itu berarti menghilangkan turunan. Makanya akan mempertahankan kampungnya habis-habisan," ungkapnya.

Kalaupun kampung itu masuk dalam Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM), yang dipindahkan itu bukan hanya warga atau orangnya, namun nama kampungnya pun ikut dibawa.

"Mereka mendapat pemberian dari keluarga lainnya untuk mendirikan kampung, bedirilah kampung itu. Karena kampung itu turunan, ya mereka masih dianggap ada," ujarnya.

Kemudian, jika ada warga yang keluar dari kampungnya, atau merantau ke tempat lain, ketika kembali ke kampung tersebut, masih berhak mendapatkan tanah di sana untuk hidup meskipun telah meninggalkan kampung hingga puluhan tahun.

Sedangkan terkait waris, masyarakat hukum adat Dayak Lundayeh, menurut Marthin, menerapkan sistem parental dan pembagian warisan mulai dilakukan semasa orang tua masih hidup. Pada umumnya, orang tua akan mempersiapkan anak pertama untuk menjadi tumpuan adik-adiknya.

"Warisan terakhir biasnya jatuh pada anak yang memelihara orang tua di akhir hayatnya. Memperhitungkan anak untuk berkeluarga atau mampu mandiri diperhitungkan sebagai warisan. Mengenai warisan, umumnya diatur oleh keluarga," ucap Marthin.

867