Home Politik Cengkeraman Politik Oligarki

Cengkeraman Politik Oligarki

Pemilihan Kepala (Pilkada) sering menjadi batu lompatan bagi partai penguasa atau pemenang, untuk memenangkan kontestasi politik di level lebih tinggi Pilkada Gubernur. Begitu halnya Pilkada serentak 2020, di mana sejumlah partai pengusung merasa ‘di atas awan’ menghadapi Pemilu serentak 2024 mendatang.

Pengamat Politik Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr M Husni Thamrin mengungkapkan, Pilkada serentak 2020 lalu, merupakan ajang pemanasan menuju Pilkada lebih tinggi atau Pemilihan Gubernur (Pilgub) yang akan datang. Sebagaimana halnya di Sumatera Selatan (Sumsel).

Hasil Pilkada ditujuh kabupaten yakni Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan, OKU Timur, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Musi Rawas (Mura), dan Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), bisa menjadi kekuatan kandidat dengan menancapkan ‘kuku’ pengaruhnya, bagi calon Gubernur atau Wakil Gubernur (Wagub) Sumsel, ke depan yang bertarung.

Politik oligarki menjadi satu keniscayaan dalam kancah perpolitikan di negeri ini. Praktik yang tumbuh subur di masa Orde Baru itu, kini menyebar ke daerah-daerah. Para elit atau penguasa membangun hegemoni, yang menjadi instrumen untuk mencapai tujuan politiknya.

“Hasil Pilkda saat ini, terasa Pilkada 2024, yang tidak berdiri sendiri. Pencarian hegomoni politik jelas mempengaruhi ke depan dan menguasai aspirasi sesuai keinginannya. Politik oligarki ini banyak mewarnai Pilkada tahun lalu,” kata Thamrin dalam Outlook Series V Isu Politik Nasional dan Lokal, dengan tema Klik Mana Paling Berpengaruh Setelah Pilkada 2020 yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palembang, beberapa waktu lalu.

Diungkapkan Thamrin, beberapa kandidat yang ada dan akhirnya memenangkan Pilkada, bukan serta merta perjuangannya sendiri, tetapi ada juga sosok ‘king maker’ di belakangnya.

“Suka tidak suka, harus diakui bukan persoalan personal masing- masing calon, tapi ada kekuatan di balik calon ini yang bekerja. Artinya, bagaimana mereka mengorganisasikan jadi kemenangan, dengan kerja keras mereka menggorganisasikannya,” ucap Thamrin.

Thamrin sendiri, enggan menyebutkan nama- nama sosok yang berpengaruh itu secara keseluruhan, namun masyarakat bisa melihatnya sendiri, seperti di Ogan Ilir (OI), OKU Raya hingga di Kabupaten Musi Rawas.

“Susah untuk menyebut nama, tapi ini gambaran saja. Dengan penancapan kuku di Pilkada OI, dan ada pergerakan di Mura, maupun di PALI. Artinya pertarungan kekuatan di 2024, mereka memang tidak mencalonkan saat ini tapi pengaruh mereka ada nantinya," jelasnya.

Diakuinya, proses Pilkada saat ini sudah usai (meski ada yang berproses di Mahkamah Konstitusi) dan pemimpin sudah terpilih, sehingga kepala daerah harus berfikir untuk melaksanakan janji- janji politiknya, dengan tidak ada perbedaan lagi.

"Sekarang calon berkerja dengan mewujudkan janji- janjinya. Lupakan siapa pihak siapa, karena yang terpilih pemimpin semua warganya. Prioritas sekarang masalah pandemi Covid-19 dan atasilah dengan membantu kebutuhan rakyatnya,” ucapnya.

Kuda Pacu

Aroma memenangkan kontestasi Politik di 2024, meski masih jauh, tetapi sudah kentara di partai politik (Parpol) yang kader atau dukungannya melenggang di Pilkada serentak 2020 lalu. Dominasi kemenangan, dinilai suatu kuda pacu yang akan bergerak cepat ketika dibutuhkan.

Analisis dari pengamat politik akan politik oligarki yang berkembang, seakan anak panah yang dilontarkan tepat menancap di dart board. Hal ini terpancar dari dua partai pemenang Pilkada 2020, lalu NasDem dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Ketua Bappilu DPP Partai NasDem Korwil III yang meliputi Provinsi Sumsel, Babel, Lampung, dan Provinsi Jambi, Fauzi Amro mengatakan, dari 270 Pilkada serentak 2020, Nasdem menjadi partai ketiga secara nasional yang meraih kemenangan terbesar, dengan 137 kemenang. Sedangkan untuk di wilayahnya dari 26 Pilkada meraih 16 kemenangan.

“Kami secara keseluruhan juga berhasil menempatkan 93 kader (murni) menang,” ujarnya, seraya mengapresiasikan pelaksanaan Pilkada ditengah pandemi dengan mengedepankan protokol kesehatan dan angka partisipasinya hampir 80 persen.

Dijelaskan anggota DPR RI Komisi XI ini, pasca Pilkada menurutnya yang berpengaruh saat ini adalah Mahkamah Konstitusi (MK), mengingat ada 135 kasus yang didaftarkan. Kendati demikian, ia mengisyaratkan bahwa partai pemenang jelas menancapkan pengaruhnya atau menjadi pecut kuda pacu.

“Padahal MK itu PHPU perselisihan Pemilu, kadang- kadang ada kepala daerah yang tidak siap menang dan siap kalah, sehingga banyak yang diajukan ke MK. Di mana dari 135 kasus ini berdasarkan sumber MK ada 25 pilkada yang layak dimajukan ke MK,” tuturnya.

Ditambahkan Fauzi, dasar partai NasDem menang Pilkada 2020 khususnya di Sumsel, karena partainya memiliki tagline tanpa mahar, tanpa syarat berbasis survei dan elektabilitas serta popularitas.

“Alhamdullilah Nasdem jadi peringkat 3 pemenang se Indonesia, dengan memiliki prinsif play win dan kita mendukung kader. Itulah Nasdem dapat kepecayaan masyarakat, dan kita berharap pilkada 2020 rasa 2024 ini, pastinya siapa yang menguasai kepala daerah ia akan memenangi pertarungan politik ke depan," tandasnya.

Selain itu, Nasdem menurutnya dengan dikomandoi Herman Deru, yang juga Gubernur Sumsel, dirasa mendapat garansi memimpin kembali jika berkaca dengan banyaknya Pilkada dimenangkan di Sumsel.

“Soal siapa yang berpengaruh yaitu bupati karena punya otoritas, kapabilitas, dan pasukan. Tapi bagaimana menempatkan bupati atau Wako sebagai kader itu strategi politik NasDem. Soal ada playmaker lain bisa- bisa saja anggapan itu, tapi harus dibuktikan dengan hasilnya. Kalau dia menempatkan orangnya dan kalah, percuma. Tapi kami menang 6 daerah dan bisa menempatkan empat kader murni kami,” katanya.

Sedangkan Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sumsel, M Giri Ramanda N Kiemas menanggapi kemenangan kader partai berlambang kepala banteng bermoncong putih di Pilkada, tentu suatu kepercayaan publik masih terlihat di sana. Ia sendiri tidak begitu terang-terangan menyinggung soal Pemilu atau Pilkada mendatang.

Walau demikian, menurutnya, organisasi manapun memiliki target capaian yang jelas untuk menunjukkan bahwa roda organisasi benar-benar berjalan. Tentunya melaju pada rel yang sudah ditentukan dan berdasarkan aturan yang ada.

“Saya rasa masih lama. Yang terpenting sekarang ini, bagaimana para kepada daerah yang terpilih dapat menjalankan amanahnya di tengah pandemi Covid-19. Ini hal yang paling ditekankan. Untuk lainnya (target menang di Pilkada 2024) atau di 2023, ini masih belum ada kepastian,” ucapnya.

Sementara, menyinggung sosok playmaker dalam kontestasi politik yang memiliki peran penting dalam kemenangan Pilkada, meski orangnya terkadang tidak pernah muncul ke permukaan, justru konteks playmaker atau juga pemain di belakang layar, ini bagi Giri, pimpinan Parpol itu sendiri.

“Bicara siapa playmaker, semua pimpinan ingin jadi playmaker semua,” katanya,sambil melemparkan senyumannya.

Artinya dalam penentuan positioning politik, memang apapun yang terjadi di Pilkada berpengaruh di Pemilu legislatif tidak bicara di Pilgub saja. Sebab dengan jaringan kepala daerah maupun berkoalisi dengan kepala daerah memudahkan partai politik bergerak di 2024.

“Minimal kepala daerah yang kita usung memberikan dukungan meski kecil, kalau dia bukan kader,” ucapnya.

Selain itu, Wakil Ketua DPRD Sumsel, ini mengungkapkan bahwa dalam berpolitik itu harus ada tiga hal yang dimiliki politisi itu, yaitu kecerdasan intelektual, jaringan politik dan logistik.

“Artinya apa, individu bagi politisi apakah duduk di eksekutif atau legislatif, harus kuat dan memiliki tiga aspek ini.

Skakmat

Hubungan harmonis antara Partai NasDem dan PDIP di pusat, juga menjalar ke daerah. Bahkan, koalisi partai lama dengan partai baru tersebut, dari tujuh Pilkada di Sumsel, hanya satu kabupaten saja yang beda dukungan. Giri Ramanda menggambarkan bahwa, ia juga tidak menapik hasil dari Pilkada ini akan berdampak pada Pilkda 2024, bisa saja antara dirinya bakal bersandingan dengan petahana.

Lontaran isyarat tersebut pun langsung ditangkap oleh Ketua Bappilu DPP Partai NasDem Fauzi Amro. Sebagai politisi asal Sumsel, yang bertengger di senayan, jelas koalisi yang sudah terbangun dipusat juga diikuti kader-kader partai yang ada di daerah.

“Saya rasa jika nanti pak Herman Deru, untuk kepemimppinan berikutnya berpasangan dengan Giri, merupakan pasangan yang serasi,” selorohnya.

Lanjutnya, sosok Giri yang pernah maju sebagai calon wakil gubernur pada Pilkada 2018 lalu, merupakan modal pengalaman yang bisa menjadi dasar untuk memperkuat pertarungan mendatang.

“Apalagi, pak Herman Deru, di kepemimpinannya sekarang telah banyak berkontribusi untuk kemajuan Sumsel, di berbagai sektor,” katanya.

Cetusan di ruang diskusi itupun tidak banyak dikomentari keponakan mendiang H Taufik Kiemas yang merupakan suami dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, tersebut.

“Kita lihat saja nanti, di 2023 kalau tidak ada perubahan. Kalau ada perubahan ya di 2024,” ujarnya. (*)

953