Home Hukum Kerap Terjadi Perkelahian, Polisi Tutup Cafe Tuak di Lombok

Kerap Terjadi Perkelahian, Polisi Tutup Cafe Tuak di Lombok

Lombok Barat, Gatra.com - Sering meresahkan dan dianggap melanggar etika adat-istiadat, masyarakat dari 5 Desa di Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat melaporkan ke polisi keberadaan warung tuak dan café yang kerap kali memutar musik dengan suara keras, sering jadi tempat transaksi narkoba dan ditengarai menyediakan wanita penghibur.

“Warga 5 Desa di Kecamatan Gunungsari yang dimaksud ialah Desa Mambalan, Jeringo, Mekarsari, Dopang dan Desa Kekeri. Warga seringkali melaporkan keberadaan café tuak tersebut, namun aktivitas serupa kembali diakukan,” kata Kapolsek Gunungsari Iptu Surya Irawan di Lombok Barat, Jumat (12/2).

Kapolsek Gunungsari mengaku, jika sebelumnya ia memanggil pengusaha warung tuak dan cafe yang ada di 5 desa tersebut ke Polsek Gunungsari. Upaya ini untuk mengantisipasi terjadinya bentrok antara warga dari 5 Desa yang resah dengan kelompok pengusaha warung tuak dan Cafe.

“Dalam pertemuan ini kita hadirkan juga para Kepala Desa dan para Bhabinkamtibmas dan Babinsa, pengusaha warung tuak dan café,” ujarnya.

Iptu Suryawan Irawan menambahkan, Kegiatan ini merupakan gerak cepat dalam menanggapi keresahan warga terhadap keberadaan warung tuak dan cafe di Lilir. “Dan kami ingatkan karena adanya informasi dari masyarakat yang akan melakukan sweeping ke warung-warung tuak untuk menghindari terjadinya perbuatan anarkis,” ujar Kapolsek.

Kapolsek mengingatkan masyarakat yang akan melakukan sweeping, diminta agar menahan diri untuk menghindari perbuatan anarkis.

Kapolsek menegaskan dalam pertemuan tersebut kepada seluruh peserta yang hadir, khususnya pengusaha atau pengelola cafe agar menutup usahanya.

"Saya yakin cafe di Lilir tidak memiliki ijin, atas nama undang-undang saya perintahkan agar semua cafe tutup dan apabila masih beroperasi akan saya proses sesuai dengan hukum yang berlaku" tegas Kapolsek.

Laporan warga menyebutkan, kehadiran warung tuak dan cafe yang buka hingga larut malam meresahkan. Selain itu, suara musik yang sangat menggangu warga itu semakin diperparah tatkala para tamu warung tuak dan cafe mabuk dan  tidur di emperan rumah milik masyarakat, berkelahi dan terjadinya laka lantas. Apalagi saat ini masih di masa pandemi. Karena tidak boleh terjadi kegiatan yang dapat mengumpulan masa secara terpusat.

Setelah melalui pembicaraan panjang akhirnya disepakati agar warung-warung tuak yang ada di Lilir ditutup dan dituangkan dalam bentuk surat pernyataan.

320