Home Info Sawit Ketum Apkasindo: Pastikan Tak Ada Tumpang Tindih Konsesi

Ketum Apkasindo: Pastikan Tak Ada Tumpang Tindih Konsesi

Pekanbaru, Gatra.com - Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dianggap menjadi instrument yang bisa menyelesaikan sengketa lahan antara petani khususnya petani kelapa sawit dan perusahaan yang terjadi selama ini.

“Ada sejumlah instrument di UUCK itu yang sangat bisa dimanfaatkan oleh mereka yang bersengketa untuk menghasilkan win-win solution. Sebab pemerintah sudah terlibat langsung dalam penyelesaian sengketa itu,” kata Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Pekanbaru, Sabtu (13/2).

Langkah-langkah musyawarah kata lelaki 48 tahun ini menjadi langkah paling penting yang harus dilakukan demi menghindari pihak-pihak lain yang mencari kesempatan. “Yang cari kesempatan ini biasanya akan memperkeruh suasana di antara yang bersengketa,” ujar Gulat.

Salah satu kasus sengketa yang terjadi baru-baru ini kata ayah dua anak ini adalah petani kelapa sawit di Gondai Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, dengan perusahaan konsesi PT Nusa Wana Raya (NWR).

Kandidat Doktor lingkungan Universitas Riau ini berharap agar keduanya bisa duduk semeja untuk menemukan solusi demi kebaikan bersama.

"Saya dengar perusahaan juga sudah menawarkan opsi sebagai solusi, menurut saya ini niat baik dari perusahaan. Petani Gondai harus memikirkan ulang tawaran ini," Gulat memberi saran.

Dalam persoalan petani versus NWR tadi kata Gulat, Apkasindo tidak dalam kapasitas membela salah satu yang bersengketa, tapi justru berusaha untuk memberikan ruang musyawarah. Sebab dalam kasus di Gondai itu, Mahkamah Agung sudah membuat putusan hukum tetap.

“Biar petani dan perusahaan bisa bermusyawarah dengan baik, saya menghimbau agar para pihak lain apalagi yang membawa-bawa nama Apkasindo, menarik diri dan jangan sesekali mengatasnamakan Apkasindo lagi,” pintanya.

Terkait solusi untuk pihak yang bersengketa, lagi-lagi Gulat yakin, bahwa dengan hadirnya UUCK, solusi untuk persoalan semacam itu sudah disiapkan oleh pemerintah tanpa merugikan satu sama lain.

"Jangan malah dibiarkan, sebab kalau dibiarkan, di sinilah masuk oknum-oknum yang sudah pasti akan memperkeruh suasana. Apalagi jika oknum yang hadir itu punya kepentingan tersendiri pula,” ujarnya.

Kalau sudah duduk bersama dan tidak bisa saling sepakat kata Gulat, langkah-langkah hukum akan lebih baik menjadi pilihan selanjutnya. “Tapi menurut saya, korporasi ada baiknya merangkul petani. Bisa saja perusahaan menggandeng petani menjadi mitra satu daur misalnya, atau pola lain yang sama-sama saling menguntungkan,” katanya.

Dengan cara-cara begitu kata auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini, kehadiran korporasi akan menjadi orang tua bagi petani yang ada di sana.

“Saat ini kita sedang menghadapi pandemic Covid-19, dengan cara-cara yang saya sebut tadi, tentu akan bisa menciptakan suasana kondusif, biar imun tubuh kita kuat,” Gulat berharap.

Sebetulnya kata Gulat, apa yang dia bilang tadi sejalan dengan arahan Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO, Jend TNI (Purn) DR Moeldoko supaya semua anggota Apkasindo ikut mensukseskan program Rencana Aksi Nasional (RAN) Kelapa Sawit Berkelanjutan, salah satunya adalah legalitas lahan.

“Untuk mendukung arahan itu DPP Apkasindo sudah langsung memerintahkan semua pengurus yang tersebar di 154 Kabupaten Kota di 22 Provinsi untuk jeli dan bijak dalam menjalankan usaha perkebunan. Misalnya memastikan apakah ada izin-izin yang sudah diterbitkan oleh Negara di sekitar kebun petani. Entah itu konsesi HTI, HPH atau HGU. Biar ke depan tidak timbul masalah,” katanya.

Ini dilakukan kata Gulat biar dimana pun Apkasindo, tidak ‘nompang bengkak’ atas izin-izin yang sudah diterbitkan oleh negara yang berpotensi tumpang tindih.

“Dan saya sebagai Ketua Umum, tidak memberikan ruang kepada oknum-oknum yang memanfaatkan Apkasindo untuk pembenaran atas persoalan yang dihadapi,” ujar Gulat tegas.


Abdul Aziz

345