Home Ekonomi CME Ingatkan BI Berhati-hati Pangkas Suku Bunga

CME Ingatkan BI Berhati-hati Pangkas Suku Bunga

Jakarta, Gatra.com - Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan untuk keenam kalinya sejak bencana Covid-19, membawanya ke rekor terendah dalam upaya mendukung pemulihan ekonomi. Keputusan baru itu membuat suku bunga reverse repo tujuh hari bank sentral turun 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%, level terendah sejak 2016.

Kebijakan BI itu mendapat sorotan dari kelompok peneliti The Center for Market Education (CME). Kalangan analis global itu mengimbau bank sentral berhati-hati dengan langkah ekonomi berikutnya.

Di satu sisi, jika kebijakan pemangkasan suku bunga berjalan sesuai harapan akan menurunkan tarif dan merangsang ekonomi. Kebijakan moneter akan menjadi instrumen yang mudah, sehingga Indonesia tidak terperosok dalam krisis ekonomi. Namun, tindakan BI saat ini didasarkan pada informasi masa lalu (tren historis), dan informasi selalu berkembang, dan perlu jeda waktu untuk menghasilkan efek yang besar.

“Penting untuk dipahami bahwa kebijakan moneter adalah sinyal yang lebih dari sekadar fakta objektif. Dengan menurunkan tingkat bunga, bank sentral ingin mengkomunikasikan bahwa lebih banyak sumber daya keuangan telah tersedia untuk investasi, atau meminjam uang lebih murah,” ujar CEO The Center for Market Education, Carmelo Ferlito dalam keterangan yang diterima Gatra.com, Jumat (19/2).

Ia melanjutkan kebijakan tersebut tidak memberikan pengaruh pada ekonomi riil seperti yang dibayangkan banyak pihak. “Pada akhirnya, kebijakan moneter perlu diinterpretasikan oleh ekonom dan konsekuensinya akan bergantung pada interpretasi tersebut,” kata Carmelo.

Salah satu interpretasi potensial adalah lebih banyak sumber keuangan tersedia dan pada akhirnya akan membutuhkan lebih banyak investasi. Carmelo menyatakan hal itu bukan satu-satunya interpretasi yang mungkin. Pelaku pasar berpikir bahwa bank sentral mengkhawatirkan situasi ekonomi saat ini, dan oleh karena itu mereka menjadi lebih konservatif dan menahan diri.

Ia menambahkan ekonomi dibuat oleh miliaran tindakan individu yang dihubungkan oleh interpretasi sinyal. Dalam konteks itu, tidak ada yang otomatis dan hasil dari tindakan bersifat terbuka. “Ketika kami percaya bahwa tingkat bunga adalah pendorong utama investasi, kami mengabaikan fakta dasar bahwa keputusan kewirausahaan terutama didorong oleh ekspektasi keuntungan,” ungkap Dr. Carmelo.

Sebagai perbandingan, hasil beragam yang dihasilkan oleh pelonggaran kuantitatif di Eropa. “Jika pebisnis tidak mengharapkan masa depan yang cerah, betapapun rendahnya tingkat suku bunga, mereka tidak berinvestasi”.

Ekonom senior itu menyebut pemangkasan suku bunga lebih lanjut dapat mendorong kecenderungan inflasi. “Padahal, dari sisi inflasi, saat ini kita mengalami trend yang saling bersaing: krisis Covid-19 mendorong harga turun, sedangkan stimulus fiskal yang berbeda mendorong ke arah yang berlawanan,” ucapnya.

Jika kecenderungan inflasi terjadi, Carmelo menambahkan, daya beli akan terganggu pada saat yang sulit. “Sebaliknya sekarang kita membutuhkan daya beli untuk dipulihkan dan tabungan digalang kembali untuk memberikan dana yang cukup untuk investasi ”.

CME menambahkan suku bunga kebijakan (overnight policy rate/OPR) yang terlalu rendah dapat memicu malinvestasi (investasi buruk). Sementara ekonomi Indonesia berjuang menuju pemulihan, dan Indonesia memainkan permainan cerdas dalam perlombaan investasi asing (FDI). “Penting bahwa benih ditanam untuk pemulihan berkelanjutan, yang berarti pemulihan yang tidak digelembungkan oleh kredit buatan, tetapi didukung oleh pemulihan daya beli dan tabungan baru yang diperlukan untuk membiayai investasi,” pungkasnya.

Di kesempatan terpisah, pengamat properti Chandra Rambey menyatakan pihaknya menyambut kebijakan pemerintah yang menurunkan suku bunga acuan. “Tapi berputarnya ekonomi secara keseluruhan, tidak tergantung pada rendahnya bunga acuan BI. Tidak peduli besarnya harapan pengusaha akan pendapatan dan keuntungan yang akan diperoleh di masa datang,” ujarnya.

Geliat industri properti menurutnya tidak hanya ditentukan oleh murahnya bunga KPR dan atau bunga kredit konstruksi atau investasi. “Pertanyaannya apakah market dan regulasinya sudah mendukung?. Tentu para pengusaha di sektor ini akan melihat semua aspek untuk menjalankan strategi bisnis ke depan”.

Presiden Direktur Provalindo Nusa itu menyatakan akan muncul banyak respons dan analisis terhadap kebijakan BI menaikkan suku bunga acuan. Ia menyebut upaya tersebut tidak lain sebagai “pancingan” untuk mengangkat ekonomi yang sedang terpukul. “Kalau dilihat dari sisi demand side dengan angka-angka terakhir seperti: daya beli masyarakat, tingkat pengangguran, dan PHK tentu belum semua menjawab keraguan pengusaha,” katanya.

Pelaku usaha, menurut Chandra, tidak lagi berada dalam posisi wait and see. Tetapi berharap pemerintah memberlakukan kebijakan yang mampu menggerakkan mesin usaha dan lini bisnis. “Sungguh pun pemerintah telah berupaya pengusaha masih banyak menunggu, khususnya pandemi Covid 19 yang sepertinya belum terlihat pemulihan,”ujarnya lagi.

312