Home Info Sawit Cerita Simalakama dan Tak Bisa Gendong Sendiri

Cerita Simalakama dan Tak Bisa Gendong Sendiri

Jakarta, Gatra.com - Tahun ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sudah menyiapkan duit Rp5,567 triliun untuk memenuhi target Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 180 ribu hektar. Tinggal lagi sekarang, gimana caranya target ini bisa kesampaian.

Nah, bagi Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari, target ini akan bisa kesampaian kalau semua stakeholder yang terkait dengan PSR itu, saling bersinergi.

Yang paling utama itu tentu komitmen pemerintah daerah. Kalau Bupati atau Wali Kota nya punya fasion yang sangat besar memajukan daerahnya berbasis sawit, PSR akan bisa berjalan cepat.

Sebab di daerah lah proses awal mempersiapkan semua syarat yang dibutuhkan petani untuk menjadi peserta PSR.

Mulai dari legalitas lahan, Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), kelembagaan petani hingga rekomendasi lainnya.

"Sebenarnya sudah sangat mudahlah syarat-syarat yang ada. Legalitas lahan misalnya, Surat Keterangan Tanah (SKT) pun sudah cukup. Kalau belum ada STDB, surat keterangan dari dinas bahwa STDB dalam proses pengurusan, bisa. Hanya saja ini kan musti digeber oleh pemerintah daerah, biar prosesnya cepat," kata lelaki 56 tahun ini kepada Gatra.com usai menjadi pembicara dalam webinar yang digelar oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), Selasa (23/2).

Lantas kemitraan dengan offtaker menjadi hal penting selanjutnya. Bagi kami, Apkasindo, Aspek Pir, GAPKI adalah backbound, tulang punggung.

"BPDPKS enggak bisa menggendong pekerjaan ini sendirian. Musti ada kerja bersama, siapa mengerjakan apa, itu yang musti ada," urai doktor bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Kalau di BPDPKS sendiri kata Dewan Pakar Himpunan Alumni IPB ini, Standard Operational Procedure (SOP) hingga duit sampai ke rekening petani peserta PSR, hanya sebulan.

"Kami melakukan ini semua lantaran kami berkomitmen bahwa kebun petani berstandar Good Agricultural Practices (GAP) harus terbangun. Ini cita-cita kami. Produktiftas dan produksinya kebun swadaya musti meningkat, mendekati perusahaan inti lah, biar petani lebih sejahtera. Nah, untuk ini kan kita butuh upaya yang masif," ujarnya.

Malah kata Sunari, peningkatan SDM, beasiswa, riset dan pemanfaatan teknologi, akan terus digeber oleh BPDPKS. Khusus teknologi, biar sawit tak ada yang terbuang.

Misalnya pohon kelapa sawit yang akan direplanting, masih bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan gula sawit.

Kalaupun ada kendala lain dalam proses PSR, itu sudah ditangani oleh Kementerian Pertanian. "Saat ini ada simalakama baru, harga Tandan Buah Segar (TBS) tinggi, petani enggak mau ikut PSR, alasannya mau makan apa kalau sawit ditebang," kata Kepala Subdirektorat Benih Tanaman Tahunan dan Penyegar, Dirjen Bun, Kementan, Heru Tri Widarto yang juga menjadi pembicara dalam webinar itu.

Mestinya kata jebolan Universitas Leiden Belanda ini, keluhan semacam itu sudah enggak ada lagi. Sebab Kementan sendiri sudah mengawinkan program, Penambahan Areal Tanam Baru (PATB).

Dirjen Tanaman Pangan kata Heru sudah meminta data sebaran lahan peserta PSR yang sudah tumbang chipping untuk ditanami tanaman sela.

"Kepada Bupati dan Wali Kota, silahkan dinas pertaniannya aktif berkomunikasi dengan Dirjen Tanaman Pangan untuk menjalankan program ini. Kalau program ini dijalankan, enggak ada lagi kekhawatiran tak punya duit jelang sawit menghasilkan kembali," ujarnya.

Beberapa daerah kata Heru sudah menjalankan program itu. Di Kabupaten Siak Provinsi Riau misalnya, petaninya ada yang tanam padi, jagung dan lainnya.

Wakil Ketua Umum GAPKI, Kacuk Sumarto yang didapuk sebagai pembawa acara seminar itu tak menampik apa yang dibilang Sunari maupun Heru.

"Kami sudah membuktikan kecepatan proses itu. Binaan kami di Serdang Bedagai (Sergai) Sumatera Utara, hanya butuh waktu 75 hari, duit sudah cair ke rekening petani. Yang semacam ini bisa memang karna kerja keras semua pihak," kata Direktur Paya Pinang Group ini. Kebetulan perusahaan dia yang menjadi offtaker para petani sawit di Sergai tadi.

Sama seperti yang diharapkan oleh BPDPKS maupun Kementan, bagi Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono, urgensi PSR menjadi tinggi lantaran di sinilah kesempatan petani melakukan perbaikan tata kelola sawit.

"Gara-gara urgensi tadilah makanya kita berkali-kali menggelar diskusi soal PSR ini," katanya saat membuka webinar itu.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud malah meminta supaya Forum PSR lintas instansi dibikin.

"Jadi enggak berhenti sampai pada seminar-seminar seperti ini, tapi musti lebih sering diskusi supaya perjalanan program PSR ini semakin lancar," pintanya saat menjadi pembicara dalam webinar itu.


Abdul Aziz

 

301