Home Kesehatan Galon Sekali Pakai Persulit Penanganan Sampah Plastik

Galon Sekali Pakai Persulit Penanganan Sampah Plastik

Jakarta, Gatra.com – Greenpeace Indonesia menyatakan ajakan agar konsumen atau masyarakat utuk mengurangi, mengendalikan, dan menangani sampah plastik tidak akan efektif selama produsen terus memakai plastik sekali pakai.

"Selama produsen masih menyediakan kebutuhan konsumen menggunakan plastik sekali pakai, selama itu pula sampah plastik akan terus tumbuh," demikian Greenpeace Indonesia dalam lamannya dikutip pada Sabtu (27/2).

Peneliti Greenpeace Indonesia, Afifah Rahmi Andini, dalam diskusi virtual akhir pekan ini, menyampaikan, salah satu plastik sekali pakai dan narasinya yang belum lama mengemuka, adalah soal galon sekali pakai.

Menurutnya, ini menjadi masalah baru dalam upaya pemerintah, pegiat, dan berbagai pihak, termasuk masyarakat yang fokus mengurangi atau diet plastik di Tanah Air.

"Kami melihat keberadaan dari galon sekali pakai ini akan menjadi masalah yang akan memperumit masalah sampah plastik di Indonesia," katanya.

Afifah melanjutkan, sampah plastik galon sekali pakai ini akan menambah sampah plastik yang sebelumnya belum berhasil ditangani. Permasalahan sampah, terutama plastik, saat ini dalam tahap mengkhawatirkan dan belum bisa teratasi.

"Sekarang tiba-tiba muncul narasi-narasi neodestruktif dari galon sekali pakai ini," ujarnya.

Afifah menyebut neodestruktif karena narasi ini menyampaikan bahwa seolah-olah penggunaan galon sekali pakai ini bisa menjadi pilihan utama. "Dalam kampanyennya bahwa produk galon sekali pakai ini cenderung lebih higienis, lebih baik, terutama digunakan saat masa-masa pandemi."

Menurutnya, kampanye itu mengkhawatirkan karena merusak upaya pemerintah dan masyarakat mengurangi sampah plastik. Terlebih, saat ini masyarakat tengah transisi ke gaya hidup mengurangi sampah plastik, misalnya dengan membawa tumbler sendiri dan lain-lain.

"Kok malah dirusak dengan munculnya galon sekali pakai. Saya khawatir ini dapat menarik mundur upaya yang sudah dilakukan publik," ujarnya.

Berdasarkan hasil survei di tiga kota besar yang dilakukan Greenpeace Indonesia, kata Afifah, mayoritas responden menyatakan bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan krisis sampah plastik ada di pemerintah dan produsen.

Survei dilakukan secara daring (online) dan wawancara viat telepon terhadap 623 orang yang berasal dari Jakarta, Medan, dan Makassar pada 30 Oktober sampai dengan 8 November 2020 kemain.

Hasilnya, sebanyak 55% responden menyatakan, korporasi mempunyai peran strategis untuk mengurangi volume sampah plastik dengan menghindari kemasan plastik sekali pakai.

Kemudian, sejumlah 22% responden mengatakan, pemerintah seharusnya berperan besar untuk menangani sampah plastik dengan membuat regulasi yang tegas untuk melarang perusahaan memanfaatkan kemasan plastik sekali pakai.

Selain itu, hampir 70% responden dalam survei menyatakan bersedia beralih pada menggunakan produk dengan sistem isi ulang (refill) dan guna kembali (reuse).

"Publik melihat peraturan pemerintah bisa mendorong perusahaan untuk mulai melakukan transisi pengemasan produknya menuju model pengiriman alternatif,” ujar Muharram Atha Rasyadi, Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia.

441