Home Internasional Indonesia Tawarkan 3 Poin Penting untuk Cegah Kejahatan

Indonesia Tawarkan 3 Poin Penting untuk Cegah Kejahatan

Jakarta, Gatra.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menawarkan 3 poin dari pemerintah Indonesia untuk menghadapi berbagai kejahatan lintas negara.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Leonar Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Minggu (7/3), mengatakan, Mahfud menyampaikan 3 poin penting tersebut ketika menghadiri pembukaan "The 14th United Nations Congress on Crime Prevention and Criminal Justice" bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi.

Dalam kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana Ke-14, Kyoto, Jepang, yang dihelat secara virtual tersebut, Mahfud dalam sesi Segmen Tingkat Tinggi (High Level Segment), menyampaikan, sejak Kongres Pencegahan Kejahatan Pertama pada tahun 1955, kejahatan terus berkembang.

Mahfud yang bertindak sebagai Pimpinan Delegasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, melanjutkan, jumlah angka kejahatan transnasional, terorganisir, dan kompleks terus meningkat.

Terlebih, saat ini hampir semua negara hidup dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni pandemi Covid-19. Pandemi ini menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia dan memengaruhi semua aspek kehidupan, termasuk sistem peradilan pidana.

"Kita perlu memastikan bahwa sistem peradilan pidana terus berkembang meskipun ada tantangan-tantangan tersebut," ujarnya.

Indonesia telah beradaptasi dan menjawab tantangan ini dengan persidangan virtual yang memberikan layanan keadilan, sekaligus menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Mahfud juga mengingatkan bahwa kurang dari satu dekade lagi akan mencapai agenda pembangunan berkelanjutan 2030. Sejalan dengan SDG’s Goals 16, komitmen Indonesia terhadap reformasi peradilan diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 20202024.

Melalui rencana ini, lanjut Mahfud, Indonesia menetapkan tujuan untuk sistem peradilan yang efektif, transparan, dan akuntabel yang mudah diakses dan terjangkau. Masalah keadilan restoratif juga dipertimbangkan sebagai salah satu strategi utama dalam rencana ini.

Indonesia juga telah mengadopsi Rencana Aksi Nasional untuk mencegah dan melawan kekerasan ekstremisme yang kondusif untuk terorisme. Dalam hal ini, Indonesia akan terus bekerja sama dengan negara lain untuk menetapkan norma dan standar internasional untuk melindungi anak-anak yang terkait dengan teroris dan kelompok ekstremis sadis.

"Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat percaya bahwa dunia internasional harus memprioritaskan upaya memerangi penangkapan ikan secara illegal, penangkapan ikan yang tidak dilaporkan dan yang belum ada peraturannya," kata dia.

Usaha bersama tersebut membutuhkan langkah-langkah penegakan hukum yang tegas, karena hal ini terkait erat dengan bentuk kejahatan lintas negara lainnya, seperti penyelundupan orang, perdagangan manusia, eksploitasi tenaga kerja, dan perdagangan narkoba.

Atas dasar itu, kata Mahfud, pemerinah Indonesia menawarkan tiga poin penting. Pertama, tidak ada kebijakan "satu ukuran cocok untuk semua" untuk mencegah dan memberantas kejahatan. Kejahatan dapat memiliki konteks dan nuansa yang berbeda sehingga membutuhkan pendekatan berbeda pula.

Atas berbaga perbedaan itu, seperti akar penyebab kejahatan dan sistem hukum, diserahkan kepada masing-masing Negara untuk membuat penyesuaian yang diperlukan berdasarkan situasi domestik mereka dengan memperhatikan kewajiban internasional yang ditentukan oleh Konvensi tertentu dan norma internasional.

Kedua, harus berusaha keras untuk mencapai Agenda Pengembangan Berkelanjutan di bawah kerangka CCPCJ. Pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum saling terkait dan saling memperkuat. Kerja bersama dalam pencegahan kejahatan dan peradilan pidana akan membantu mencapai Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030.

Menurut Mahfud, begitu pula sebaliknya, pencapaian pembangunan berkelanjutan adalah kunci bagi negara untuk mencegah dan memberantas kejahatan secara efektif.

Ketiga, Indonesia menggarisbawahi pentingnya kerja sama internasional. Dalam konteks ini, kejahatan lintas negara membutuhkan kerja sama internasional yang kuat.

Menurutnya, koordinasi yang lebih baik serta peningkatan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bantuan teknis sangat penting, dengan tetap mempertimbangkan dimensi spesifik dari pencegahan dan penegakan hukum yang efektif dari masing-masing negara.

Dalam akhir pernyatannya, Mahfud mendorong semua Negara Anggota untuk meningkatkan persatuan dan kerja sama antaranggota dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk memastikan bahwa anak-anak tidak akan menanggung beban dari kelambanan dalam dekade berikutnya.

Adapun Kongres PBB di Kyoto, Jepang, itu akan berlangsung dari 7 Maret–12 Maret 2021. Acafa dimulai dengan pembukaan yang dipimpin oleh Presiden Kongres ke-14 sekaligus menjabat sebagai Menteri Kehakiman Jepang Mrs. Yoko Kamikawa dan diisi dengan sambutan oleh Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guteres, dan Jaksa Agung Jepang Kenji Sochi.

Hadir juga secara langsung perwakilan Kekaisaran Jepang Princess Komado, Perwakilan Youth Forum, Presiden UNGA, Presiden ECOSOC, dan 193 delegasi negara anggota PBB yang hadir secara virtual, termasuk Indonesia.

213