Home Info Sawit Gara-Gara Ini, Target PSR Bakal Selalu Sulit Tercapai

Gara-Gara Ini, Target PSR Bakal Selalu Sulit Tercapai

Jakarta, Gatra.com - Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menyebut kalau potensi peremajaan sawit rakyat mencapai 2,78 juta hektar.

Dari tahun lalu, pemerintah membikin target untuk meremajakan sawit rakyat, 180 ribu hektar pertahun.

Hanya saja, dari target itu, hanya 94 ribu hektar yang kesampaian. Dan meski begitu, tahun ini target yang sama musti dijalankan.

Dalam acara penandatanganan kesepakatan kemitraan percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kementerian Koordinator Ekonomi dua hari lalu, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Heru Tri Widarto mengatakan kalau untuk mencapai target itu sangat berat.

Tapi Bagi Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, target segitu sebenarnya tidak susah.

Itu kalau ditengok dari sejarah perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang dalam setahun saja bisa membuka lahan seluas 1 juta hektar.

"Membuka lahan seluas itu saja enggak susah, apalagi replanting. Lalu sekarang pertanyaannya, kenapa replanting susah?" kata doktor ilmu ekonomi pertanian jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini kemarin.

Sebenarnya kata Tungkot, bukan lantaran yang dikasi target tidak mampu, tapi ada legalitas lahan yang jadi persoalan pokok.

"Saya sudah survey ke daerah, persoalannya ada di situ. PSR sulit berkelanjutan lantaran pemerintah tidak melakukan tugasnya, menyelesaikan legalitas lahan petani. Memang itu tugas pemerintah, bukan petani," katanya.

Mestinya kata Tungkot, lebih dulu pemerintah memberesi legalitas lahan petani itu baru membikin program PSR.

Sekarang, petani malah jadi korban, mereka tak bisa menikmati PSR lantaran terganjal legalitas. Bupati tak mau mengeluarkan Surat Tanda Daftar Budidaya juga lantaran legalitas lahan petani yang tak jelas.

"Kalau pemerintah mau menyelesaikan itu, semua pasti beres. Undang-Undang mengatakan bahwa menyelesaikan legalitas lahan petani itu, kewajiban dan tanggungjawab pemerintah. Pemerintah yang bisa menyelesaikan itu," Tungkot mempertegas.

Pemerintah yang dimaksud Tungkot tadi adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) provinsi lantaran luas lahan PSR itu di bawah 25 hektar.

"Itulah makanya sejak pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), semua kebun sawit rakyat diminta dikeluarkan dari kawasan hutan, habis itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengukur lahan dan STDB pun bisa keluar," Tungkot mengurai.

Tapi yang terjadi justru, plasma tahun '80an saja masih belum bisa lepas dari kawasan. "Jangan karena rakyat tak mampu membayar aparat, petani jadi dipersulit. Di sisi lain, korporasi dipermudah lantaran duitnya banyak. Rakyat ini kontirbusinya besar lho, bantulah mereka," pintanya.

Pentingnya legalitas ini kata Tungkot sebenarnya tidak terlepas dari aturan bahwa dana pungutan yang ada sudah menjadi duit negara.

Kalau legalitas tidak ada, Dirjenbun dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) enggak akan bisa menyalurkan duit.

"BPDPKS dan Kementan akan sangat hati-hati. Tapi kalau legalitas beres, rekom Dirjenbun akan cepat, duit juga akan cepat dikucurkan BPDPKS. Jadi intinya, stagnannya PSR ini hanya gara-gara legalitas itulah," katanya.

Masih soal PSR ini, Tungkot mengaku sudah ketemu dengan bupati di daerah. Si bupati menyebut kalau solusi untuk persoalan legalitas tadi sebenarnya gampang saja.

"Kalau bisa duit mengucur dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), urusan lahan akan beres. Kabupaten enggak punya duit untuk mensurvey dan mengukur lahan petani itu," ujarnya.

Masih menirukan omongan si bupati itu, bisa saja Kemenkeu kata Tungkot membikin rekening khusus dana PSR di daerah, untuk memberesi legalitas lahan sampai STDB petani keluar.

Mestinya ini yang dilakukan. Perkuat pemerintah daerah biar bisa membantu legalitas petani. Hanya saja, sejauh ini Tungkot belum melihat niat pemerintah, yang ada hanya kumpul-kumpul menghabiskan duit sawit.

"Padahal persoalan petani simpel saja. Apa kita enggak malu bertahun-tahun persoalan ini enggak selesai? Banyak memang yang sudah dilakukan, tapi kebanyakan hanya seremonial cari panggung yang enggak menyelesaikan persoalan," tegasnya.


Abdul Aziz

626