Home Hukum Kesaksian Begini, John Kei Minta Bebas, Mungkinkah?

Kesaksian Begini, John Kei Minta Bebas, Mungkinkah?

Jakarta, Gatra.com - Sidang perkara penganiayaan yang diduga melibatkan John Refra alias John Kei, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Jumat (19/3). Sidang menghadirkan lima saksi dari jaksa penuntut umum (JPU), yakni petugas dari Polda Metro Jaya yang melakukan penangkapan.

 

Ketua tim kuasa hukum John Kei, Anton Sudanto menjelaskan bahwa dalam kesaksian tersebut terjawab jika pada saat penangkapan, kliennya sedang berada di kamar. 

 

"Tidak ada yang melakukan perlawanan, dan senjata tajam itu tidak ada satupun di rumah klien kami akan tetapi di rumah-rumah yang lain sekitar Tytyan," kata Anton kepada pewarta, Jumat malam (19/3). 

 

"Serta semua senjata tajam itu dikatakan para saksi tidak bergerak dan tidak digunakan," imbuhnya. 

 

Selain itu, kata Anton setelah empat kali persidangan para saksi-saksi yang dihadirkan JPU, ataupun para saksi yang dihadirkan di bawah sumpah saling bertentangan. Juga keterangannya tidak saling mendukung fakta hukum yang ada. 

 

"Saksi korban yang tangannya terkena bacokan mengatakan ketika pertama kali dibacok, menggunakan helm dan masker. Sedangkan saksi yang berprofesi ojek online yang melihat dari jarak sekitar dua meter, menekankan bahwa korban itu tidak menggunakan helm," tutur Anton. 

 

"Kemudian saksi Nus Kei mengatakan ada papan board yang ditulis target pembunuhan, akan tetapi saksi Yoseph yang mengakui anak buah John Kei dan pernah ikut rapat tentang pembunuhan, malah mengatakan sebaliknya yaitu tidak ada papan board yang ditulis target-target pembunuhan. Semua keterangan saksi tak saling mendukung, jadi bebaskan John Kei," lanjutnya. 

 

Belum lagi, kata Anton para saksi yang kerap ditegur majelis hakim, lantaran keterangannya tak konsisten dan berbelit-belit. Anton menegaskan, hingga kini tak ada satu bukti apapun adanya keterlibatan John Kei dalam perkara ini. 

 

"Ingat loh, ada tujuh teori pembuktian yang harus disajikan JPU untuk membuktikan minimal dua alat bukti dan menggoda keyakinan hakim apakah seseorang bisa dipidana," tuturnya. 

 

Teori pembuktian ini antara lain direct evidence yaitu bukti langsung, yang menurutnya bertentangan antar saksi dan tidak jelas atau kabur. Juga indirect evidence atau bukti tidak langsung, yang juga dianggapnya tidak mumpuni dan tak terbukti. 

 

"Bagaimana dengan teori pembuktian yang lain? Dalam hukum pidana itu, pembuktian harus lebih terang dari cahaya. Jangankan perkara besar yang menyedot perhatian publik, perkara kecil pun pembuktian harus jelas. Bahaya di pidana itu, karena ada hak konstitusional di sana. Ada orang yang akan dipenjara," jelasnya. 

 

Terlebih, kata Anton didapati fakta adanya kuasa dari John Kei ke seorang pengacara, untuk menagih uang Rp2 miliar ke Nus Kei. "Apa pidananya untuk John Kei? Bahkan sangat terang penagihannya dan keperdataannya," ucapnya. 

 

Lebih lanjut, Anton berharap, JPU datang ke persidangan bukan untuk menang, akan tetapi untuk membuka semua fakta hukum dan untuk mencari keadilan. Begitu pula pihaknya sebagai pengacara, yang juga tak zalim dengan siapa pun. 

 

Jika memang ada perbuatan pidana, tutur Anton, pihaknya hadir bukan untuk meniadakan pidana tersebut. Tapi hanya mengurangi, agar efek jera dan membuat pelaku itu berubah menjadi baik. 

 

"Dalam persidangan anak-anak John Kei di Tangerang, kami sebagai pengacara meminta katakan siapa yang menyerang, menggunakan apa dan apa alasannya. Mereka semua bicara jujur di pengadilan. Dalam perkara di Jakarta Barat ini, peristiwa Kosambi dimana mereka sebenarnya tidak tahu daerah Green Lake karena mobil mereka isi bensin sendiri, kemudian menyusul dan menanyakan ke warga di mana perumahan Green Lake," paparnya. 

 

"Kemudian terjadilah pertemuan dengan anak-anaknya Nus Kei di sana. Terjadilah keributan dan korban, para terdakwa bahkan mengakui dalam persidangan kemarin bahwa merekalah yang melakukan pembacokan tersebut," tambah Anton. 

 

Doktor hukum pidana ini meminta, majelis hakim dapat melihat secara jernih perkara tersebut, sesuai pembuktian yang disajikan oleh JPU dan pengacara. Agar nantinya dapat memutus seadil-adilnya dan membebaskan John Kei. 

 

"Serta memutuskan pisau belati kecil dari pemberian estafet dari leluhurnya agar dikembalikan ke klien kami John Kei. Karena klien kami akan melanjutkan pemberian pisau belati kecil itu ke anaknya kelak," tutur Anton. 

 

"Kami selalu percaya kredibilitas, integritas, objektivitas majelis hakim dan selalu mendoakan agar majelis hakim diberikan rahmat, kesehatan, rezeki yang berlimpah, berkah dan selalu dimudahkan pekerjaannya," tandas pengacara yang dijuluki Monster Persidangan ini.

 

642