Home Ekonomi Terus Membaik, BI Optimistis soal Pemulihan Ekonomi RI

Terus Membaik, BI Optimistis soal Pemulihan Ekonomi RI

Jakarta, Gatra.com – Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun ini masih diprediksi masih akan berkutat di angka negatif. Hal ini sebelumnya diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2021 ini masih akan tertahan di angka negatif minus 1% hingga minus 0,1%.

Sementara itu, menurut Ekonom Josua Pardede, ekonomi nasional pada triwulan awal tahun ini masih tumbuh negatif pada kisaran minus 2% hingga 1%.

Meski masih di angka negatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan kecendrungan ke arah lebih baik. Capaian pertumbuhan ekonomi domestik membaik dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini tak lain karena aktivitas ekonomi yang mulai kembali berjalan.

"Kita lihat aktivitas ekonomi di kuartal I tahun ini juga lebih tinggi di kuartal IV tahun lalu. Tetapi kondisinya kalau dilihat di bulan Januari, Februari kan relatif belum cukup signifikan pemulihannya. Sehingga memang ekspektasi masih dalam kisaran negatif 2 sampai negatif 1%," katanya pada acara pelatihan daring Wartawan oleh Bank Indonesia pada Kamis (25/3)

Proyeksi angka ekonomi untuk kuartal II 2021 akan membaik, lantaran memakai basis perhitungan di triwulan II 2020. Selain itu, jika program vaksinasi bisa dipercepat dan semakin banyak menyentuh masyarakat luas, pertumbuhan ekonomi nasional akan mulai kembali pada semester II 2021.

“Semester pertama ini kan baru petugas kesehatan, guru, pejabat pemerintahan juga BUMN baru di gelombang pertama. Nanti di semester kedua akan lebih banyak lagi masyarakat divaksin. Jadi kalau vaksinasi itu bisa dipercepat, tentunya akan bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi di semester kedua,” katanya.

Bank Indonesia (BI) melalui siaran persnya menyatakan, optimistis soal pemulihan ekonomi nasional pada tahun 2021. Menurut BI, pemulihan ekonomi nasional dapat terwujud dengan penguatan sinergi melalui 1 prasyarat dan 5 strategi.

Prasyarat tersebut adalah vaksinasi dan disiplin protokol Covid-19. Sementara 5 strategi tersebut, adalah pembukaan sektor produktif dan aman, percepatan stimulus fiskal (realisasi anggaran), peningkatan kredit dari sisi permintaan dan penawaran, stimulus moneter dan kebijakan makroprudensial, serta digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya UMKM.

Menurut BI, pemulihan ekonomi nasional yang tengah berlangsung diprakirakan semakin meningkat. Pada tahun 2021, ekonomi Indonesia diprakirakan tumbuh mencapai 4,8-5,8%, bila didukung oleh peningkatan kinerja ekspor, konsumsi swasta dan pemerintah, serta investasi, baik dari belanja modal pemerintah maupun dari masuknya PMA sebagai respons positif terhadap UU Cipta Kerja.

Pemulihan Ekonomi AS Akan Berpengaruh Kepada Indonesia

Perbaikan ekonomi yang tengah berlangsung di Amerika Serikat (AS), menurut BI akan memberi peluang bagi pemulihan ekonomi dalam negeri. Indonesia berpeluang kembali mendongkrak pertumbuhan ekspor yang sempat tergerus di sepanjang masa pandemi.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Sugeng, dalam pelatihan BI secara virtual, menyampaikan, optimismenya.  "Ini peluang emas bagi kita untuk memicu pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi ke AS."

Beberapa lembaga Internasional memprediksi bahwa perekonomian AS pada tahun ini akan menggembirakan. International Monetary Fund (IMF) menyatakan, vaksinasi yang dilakukan AS akan membantu pertumbuhan ekomomi secara tajam. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan mencapai 5,1% pada tahun ini. Prediksi tersebut mengalami kenaikan revisi setelah sebelumnya dikatakan pertumbuhannya hanya berada di level 3,1%.

Selain IMF, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksi pertumbuhan ekonomi jauh lebih tinggi dari prediksi IMF, yakni di angka 6,5%. Jumlah tersbut merupakan revisi dari prediksi sebelumnya yang hanya menyentuh 3,2%.

Sugeng melihat ini sebagai momentum perbaikan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi AS dapat dimanfaatkan Indonesia untuk menggenjot nilai ekspor ke negari Paman Sam, terutama ekspor produk manufaktur.

Menindaklanjuti peluang ini, BI bersama pemerintah dan otoritas terkait akan menggelar pertemuan dengan pelaku usaha dan perbankan. Dalam agendanya, akan dibahas langkah untuk meningkatkan kredit dan pembiyaan serta strategi peningkatan ekspor produk prioritas dalam rangkan membantu mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

BI Telah Siapkan Strategi Jika Harus Hadapi Taper Tantrum

Terkait pemulihan ekonomi AS, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan kebijakan pemerintah AS dan pengetatan moneter atau taper tantrum, menjadi risiko yang tetap harus diantispasi perekonomian dalam negeri di tahun ini.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Riza Tyas, menjelaskan, kondisi pada tahun 2013 lalu berbeda jauh dengan sekarang. Secara keseluruhan, kondisi Indonesia saat ini dapat dikatakan sudah lebih siap dengan kemungkinan yang akan terjadi.

Menurutnya, Indonesia tak perlu khawatir akan risiko asing ramai-ramai menarik diri dari pasar keuangan domestik. Namun, kalau hal itu benar terjadi, BI telah menyusun strategi untuk meredam dampaknya.

Strategi pertama yang akan BI tempuh, adalah melakukan intervensi. BI memiliki 3 intervensi (triple intervention), yaitu di pasar spot, pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), juga intervensi di pasar sekunder Surat Berharga Negara (SBN).

Strategi berikutnya, koordinasi untuk membuat Sistem Stabilitas Keuangan (SSK) yang lebih tangguh. Koordinasi antara bank sentral ini dilakukan dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun otoritas lain yang terkait.

Ketiga, BI telah memperluas kerja sama internasional, seperti kerja sama transaksi perdagangan bilateral dan investasi langsung atau tau local currency settlement (LCS) dengan beberapa negara, yakni Malaysia, Thailand, dan Jepang. Sedangkan dengan Cina tengah dalam proses penjajakan.

Terakhir, koordinasi rutin antara bank sentral dengan pemerinta. Contohnya dalam Forum G20, pertemuan IMF, dan dalam acara lainnya. Dari pertemuan tersebut, pemerintah dapat mengetahui cara negara lain untuk mapu bertahan saat diterpa krisis.

Riza kembali menekankan bahwa keadaan Indonesia saat ini lebih siap menghadapi berbagai risiko. Meski demikian, ia tidak mengelak bahwa tetap akan ada gejolak kecil yang dapat berpengaruh pada perekenomian dalam negeri.

107