Home Kesehatan Ombudsman Jakarta Raya: Vaksinasi DKI Masih Lambat

Ombudsman Jakarta Raya: Vaksinasi DKI Masih Lambat

Jakarta, Gatra.com - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya menilai bahwa vaksinasi di DKI Jakarta masih berjalan lambat. Pasalnya, angka realisasi vaksinasi masih jauh di bawah target sebagaimana data dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, mengatakan, sesuai data KPCPEN, target vaksinasi tahap 1 dan 2 di wilayah Jakarta adalah  3.000.689 orang. Target ini harus tercapai hingga April 2021.

Adapun realisasinya, lanjut Teguh, vaksinasi tahap 1 baru mencapai 925.387 orang, atau 30,8% dan tahap 2 sebanyak 258.405 orang (8,6%). Dengan demikian, total realisasi baru mencapai 1.183.792. Angka ini terdiri dari tenaga kesehatan, orang lanjut usia, dan pelayan publik. Target vaksinasi di wilayah Jakarta hingga tahap 4 sejumlah 8.815.157 orang. 

Teguh menyebutkan, salah satu penyebab masih rendahnya realisasi vaksinasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang kerap mengubah kebijakan target vaksinasi di setiap tahapan secara cepat. Ini memberatkan tenaga kesehatan karena tidak punya kompetensi untuk memilah data yang indikatornya berubah-ubah.

“Para nakes dididik sehingga memiliki kompetensi untuk memberi pelayanan, termasuk vaksinasi tetapi tidak memiliki kompetensi untuk memilah data, apalagi indikator datanya berubah terus dan luasnya interpretasi terhadap indikator tersebut,“ ucap Teguh dalam jumpa pers virtual pada Senin (29/3).

Menurut Ombudsman, luasnya interpretasi ini berkaitan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Penyelenggara Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan UU untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Luasnya interpretasi tentang penyelenggara pelayanan publik ini, mengakibatkan banyaknya pihak yang meminta vaksin. Berdasarkan temuan Ombudsman di Dinas Kesehatan (Dinkes)  DKI Jakarta, terdapat pihak-pihak yang mengklaim sebagai penyelenggara pelayanan publik, termasuk ormas, partai politik, dan kelompok masyarakat sebagimana dalam dokumen permintaan vaksin.

Teguh menyebutkan bahwa Dinkes melakukan maladministrasi karena terdapat ruang penambahan vaksin yang tidak sesuai target akibat dari tidak mampu melakukan proses verifikasi data.

“Di sinil-lah ruang untuk penambahan target vaksin yang tidak sesuai dengan tahapan tersebut, dan pada akhirnya Dinkes melakukan maladmintrasi terus menerus karena memberikan vaksin kepada pihak yang tidak masuk ke dalam target tahapan tersebut,” ucap Teguh.

Ombudsman menilai, ini adalah pemberian kesempatan khusus kepada pihak tertentu yang memiliki akses terhadap penyelenggara vaksinasi, kekuatan politik, dan hierarki kekuasaan.

Permasalahan lain yang menghambat laju vaksinasi, yakni ada di sistem informasi satu data vaksinasi Covid-19 yang dibuat untuk mengintegrasikan data dari berbagai sumber menjadi satu data dan menghindari informasi data ganda.

Laman resmi KPCPEN, melansir bahwa sistem ini mendata penerima vaksin melalui filtering data individu penerima vaksin prioritas (by name, by address). Data ini kemudian menjadi aplikasi pendaftaran vaksin pemerintah dan mandiri, dan memetakan supply serta distribusi vaksin dengan lokasi vaksinasi. Selain itu, sistem yang akan diintegrasikan ini juga akan memonitor hasil pelaksanaan vaksinasi.

Teguh menyebutkan bahwa sistem ini gagal mengklasifikasikan target vaksinasi sesuai tahapan dimaksud. Akibatnya, banyak tenaga kesehatan yang tidak terdaftar sehingga ditambahkannya proses vaksinasi dengan sistem bottom up.

Dilansir dari situs resmi Persatuan Rumah Sakit Swasta Indonesia (PERSI), mekanisme bottom up adalah sistem pendataan sasaran yang dilakukan secara kolektif oleh instansi/badan usaha/lembaga/organisasi maupun oleh perangkat daerah, puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan.

Adapula mekanisme top down yang merupakan mekanisme pengumpulan data sasaran yang bersumber dari kementerian/lembaga/badan usaha/instasnsi terakit atau sumber lainnya, meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama, tanggal lahir, nomor kontak, dan tempat tinggal.

Menurut Teguh, pendataan vaksinasi secara bottom up menjadi pekerjaan tambahan bagi tenaga kesehatan karena sebelumnya dipersiapkan untuk melaksanakan mekanisme top down. Tenaga kesehatan tidak memiliki kesiapan dan kompetensi untuk melakukan pemilihan data dan verifikasi.

75