Home Ekonomi Satu Juta Ha Lahan Belum Dimaksimalkan Untuk Perkebunan

Satu Juta Ha Lahan Belum Dimaksimalkan Untuk Perkebunan

Palembang, Gatra.com - Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), mencatat ada sekitar satu juta hektare (ha) lahan di Bumi Sriwijaya yang saat ini belum dimaksimalkan untuk perkebunan.

Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Sumsel, Rudi Arpian, luasan lahan perkebunan yang tersedia di 17 kabupaten dan kota di Sumsel tersebut mencapai 3,8 juta ha.

“Dari jumlah itu, kini baru 2,8 juta ha yang dimanfaatkan jadi wilayah perkebunan. Jadi, untuk pengembangan komoditas perkebunan sangatlah memungkinkan, karena masih ada satu juta ha lagi yang bisa dimanfaatkan,” ujarnya di Palembang, Kamis (1/4).

Masih banyaknya lahan yang dapat dimaksimalkan pemanfaatannya tersebut, Kepala Disbun Provinsi Sumsel, Agus Darwa, mengatakan Sumsel merupakan provinsi yang berpotensi menjadi eksportir hasil perkebunan terbesar di Asia Pasifik.

“Itu sangatlah memungkinkan. Sebab, masih adanya lahan yang dapat dimanfaatkan jadi wilayah perkebunan,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi yang tengah terjadi saat ini untuk eskalasi ekspor hasil perkebunan asal Bumi Sriwijaya sedang membaik. Di antaranya, sektor produksi komoditi utama, sawit dan karet yang bahkan meningkat selama dua kuartal terakhir ini.

“Kalau dari sisi harga jual kan bervariasi pasca terpuruk, apalagi beberapa negara penghasil utama mengalami lockdown. Sebaiknya, memang karet kita tersebut banyak diterima kembali di luar (negara) dengan harga kisaran Rp 18.000 sampai Rp 19.000 per kg. Kalau sawit kita stabil, malah meningkat di atas Rp 2.000 per kg,” katanya.

Dijelaskannya, melihat hal-hal tersebut yang memungkinkan bagi sektor perkebunan selaku subsektor pertanian guna memaksimalkan luas wilayah perkebunan yang tersedia itu.

“Untuk kas pendapatan daerah saja, kan hasil perkebunan menjadi penyumbang paling dominan,” ujarnya.

Diungkapkannya, Sumsel sendiri memiliki luasan wilayah yang mumpuni disertai kondisi perdagangan internasional yang sedang membaik. Kendati begitu, pihaknya terus gencar melakukan peningkatan mutu untuk stabilitas harga.

“Ya, pastinya kita tak mau kondisi yang membaik ini hanya numpang lewat atau aji mumpung saja. Maksudnya, saat negara yang lockdown mulai beroprasi kembali kita susut lagi,” katanya.

Karena itu, Disbun provinsi setempat bersama stakeholder terkait di wilayahnya akan terus berjibaku dalam pembentukan Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPBB). Pasalnya, UPBB tersebut dinilai sangat menguntungkan para petani karet.

“Di UPBB itu kita juga menerapkan sistem 4S (satu lokasi, satu mutu, satu harga, dan satu hari lelang). Jadi, penjualan karet akan lebih menguntungkan dibanding penjualan secara tradisional ke pedagang pengumpul,” ujarnya.


 

248