Home Gaya Hidup Telusuri Candi-Prasasti, 104 Kuliner Mataram Kuno Ditemukan

Telusuri Candi-Prasasti, 104 Kuliner Mataram Kuno Ditemukan

Sleman, Gatra.com - Indonesia Gastronomy Community (IGC) merekonstruksi ulang masakan era Mataram Kuno. Upaya ini untuk menjadikan masakan asli Indonesia berperan dalam misi-misi diplomasi atau gastrodiplomasi dan meningkatkan ekonomi.  

Dari penelusuran pada relief candi dan 17 prasasti, tim IGC pun menemukan 104 resep kuno dan berhasil meracik sembilan menu. Tiga masakan di antaranya ditampilkan di acara 'Dari Borobudur untuk Nusantara' di Candi Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (4/4) petang.

Sejak 2017, IGC melakukan eksplorasi relief soal masakan di Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Candi Cabean Kunti. Hasilnya dipadukan dengan temuan dari 17 prasasti.

"Dari upaya ini kami berharap bisa memperkenalkan Indonesia sebagai pusat budaya makanan. Tujuan lain adalah memberikan pengetahuan mengenai perkembangan gastronomi yang sarat nilai budaya untuk diterapkan di masa kini serta masa depan," kata Ketua Umum IGC Ria Musriawan.

Selain tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah, IGC turut melibatkan pemerhati kuliner Nusantara dan para akademisi Universitas Gadjah Mada serta Universitas Indonesia. Mereka merekonstruksi dan mencari nama yang tepat beserta kandungan gizi dari kuliner kerajaan Mataram di abad 8-9 tersebut.

Peneliti BPCB Jateng, Riris Purbasari, menceritakan upaya tim menemukan relief-relief soal kuliner itu. Contohnya saat tim harus menelusuri satu per satu lorong Candi Borobudur untuk meneliti 1.600 panel dan menemukan ilustrasi soal makanan.

"Di Borobudur, relief tentang makanan keseharian masyarakat Mataram Kuno banyak kami temukan di lorong pertama atau lorong terbawah. Di Candi Prambanan, relief tersebar di Candi Brahma," kata Riris.

Menurutnya, relief dan prasasti telah menunjukkan keragaman bahan dan wujud makanan dari masa ke masa. Tim akhirnya menemukan 104 menu masakan yang biasa disajikan sehari-hari di era Mataram Kuno.

Dari jumlah itu, sembilan menu bisa direkonstruksi, termasuk tiga masakan yang disajikan langsung oleh peramu makanan, Sumartoyo. Antara lain menu Den Hadangan Prana atau Dendeng Kelem Daging Kerbau yang ditemukan di Prasasti Panggumulan, Matasyih, dan Rukam.

Selain itu, ada menu Harang-harang Kasyam alias Sidat Bakar Madu yang tergambar jelas di relief Borobudur dan disebut di Prasasti Watukara, Jru-jru, dan Alasantan.

Menu ketiga adalah Kyasan Kicik Mregan atau Kicik Daging Rusa yang terpapar di Borobudur dan tiga prasasti: Jru-jru, Mantasyih I, dan Parada II.

"Kesulitan terbesar penyajian ulang ini adalah penentuan bumbu yang tepat. Ada beberapa bumbu yang digunakan di masa sekarang tidak ada di masa lalu. Semisal rasa manis, orang kuno tidak menggunakan kecap tapi gula aren. Untuk rasa pedas, mereka tidak mengenal cabai, tapi menggunakan biji kemukus," jelas Sumartoyo.

Sebagai pemerhati masakan tradisional, ia tidak menyangka kandungan gizi makanan kuno itu sesuai kaidah kesehatan. Contohnya penggunaan daging rusa dan ikan sidat karena kolesterolnya rendah.

"Ini artinya neneng moyang tidak sekadar membuat masakan karena kebutuhan pokok. Namun mereka sudah memikirkan tentang kebutuhan protein dan vitamin yang bersumber pada bahan-bahan lokal," jelasnya.

Menurutnya, masakan dari daging hewan yang tidak lazim dimasak sekarang ternyata juga memiliki banyak kandungan gizi. Masakan itu seperti dari daging anjing, babi hutan, dan kambing jantan yang sudah dikebiri.

2335