Home Ekonomi PGN Rugi Ratusan Juta Dolar, Buah Kebijakan Pemerintah

PGN Rugi Ratusan Juta Dolar, Buah Kebijakan Pemerintah

Yogyakarta, Gatra.com - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengalami kerugian ratusan juta dolar dan harga sahamnya rontok di awal April ini. Hal ini ditengarai imbas dari kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga gas industri.

Pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi menyebut PGN membukukan kerugian bersih sebesar US$ 264,77 juta pada 2020. Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding laba bersih PT PGN pada 2019 sebesar US$ 67,58 juta.

"Tidak bisa dielakkan, kerugian 2020 itu menyebabkan harga saham PT PGN terkoreksi hingga 39,44% sepanjang 2020, yang rontok hingga pada kisaran Rp1.300 per saham pada awal April 2021," tuturnya, Senin (12/4).

Menurutnya, kerugian itu disebabkan penurunan pendapatan niaga gas bumi pada segmen industri dan komersial sebesar US$ 2,28 miliar atau turun 23,% yoy dibanding pendapatan 2019.

Selain terjadi penurunan penyerapan gas dari segmen industri dan komersial, penurunan pendapatan itu juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah menetapkan harga gas industri sebesar $ 6 per MMbtu yang berlaku sejak 1 April 2020.

"Tujuan kebijakan pemerintah itu untuk mendorong sektor industri agar dapat bersaing di pasar dalam dan luar negeri. Namun, kebijakan itu sesungguhnya lebih besar madharat (biaya) daripada manfaat (benefit)," katanya.

Biaya itu rupanya harus ditanggung pemerintah, sektor hulu, dan midterm. Biaya yang ditanggung oleh pemerintah adalah melepas pendapatan pemerintah dari sektor hulu sebesar $ 2,2 per MMBtu, yang akan menurunkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam jumlah besar.

"Penurunan PNBP juga akan menurunkan pendapatan pemerintah daerah dari pendapatan bagi hasil yang besarannya diperhitungkan berdasarkan PNBP," imbuh Fahmy.

Ia menjelaskan, biaya yang akan ditanggung oleh oleh sektor hulu adalah pemangkasan harga jual yang menjadi potential lost hingga mengurangi margin yang sudah ditargetkan pada saat penyusunan POD saat awal investasi di hulu migas.

Adapun biaya yang ditanggung oleh sektor midterm, papar Fahmy, adalah penurunan biaya transmisi dan biaya distribusi serta biaya pemeliharaan. "Kondisi ini berpotensi menjadikan PT PGN tidak hanya merugi dan merontokkan harga saham, tetapi juga menghambat dalam pembangunan pipa yang masih dibutuhkan untuk menyalurkan gas bumi dari hulu ke hilir," katanya.

Sedangkan benefit penetapan harga US$ 6 per MMbtu belum menaikkan daya saing industri. Alasannya, beberapa variabel biaya lainnya, termasuk pajak, masih membebani industri, selain efisiensi dan produktivitas industri masih tergolong rendah. "Apalagi penyerapan gas sektor industri menurun drastis, akibat pandemi Covid-19, menyebabkan kerugian PT PGN semakin membengkak," ujarnya.

Mengingat lebih besar biaya ditanggung oleh pemerintah, sektor hulu, dan PT PGN ketimbang manfaatnya menciptakan keunggulan dalam industri yang tidak kunjung terwujud, menurut Fahmy, pemerintah seharusnya meninjau ulang kebijakan penetapan harga gas US$ 6 per MMbtu.

"Kalau kebijakan itu tetap diberlakukan, penetapan harga gas sebesar US$ 6 per MMbtu seharusnya hanya diperuntukan untuk 7 industri strategis saja, seperti diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi," kata dia.

1377