Home Politik Mengenang Dhakidae: Makin Terdidik, Makin Emoh Nyoblos

Mengenang Dhakidae: Makin Terdidik, Makin Emoh Nyoblos

Yogyakarta, Gatra.com – Berpulangnya cendekiawan Daniel Dhakidae meninggalkan sejumlah sumbangan pemikiran. Salah satunya tentang sikap golongan putih di era 1970-an yang dituangkan di skripsi Daniel di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Hal itu disampaikan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Mohtar Masoed dalam serial diskusi pemikiran Daniel Dhakidae, ‘Menjadi Indonesia: Nasionalimse dan Mada Depan Kebangsaan’, yang digelar secara daring, Selasa (13/4).

“Sebagai mahasiswa Administrasi Negara, dia resah. Teman-temanya menulis skripsi tentang administrasi dan kebijakan publik, dia menulis soal voting behaviour,” kata Masoed tentang Dhakidae.

Saat itu, Dhakidae juga menerbitkan majalah mahasiswa ‘Sendi’ bersama Ashadi Siregar. Usia majalah itu hanya empat bulan. “Dibredel, karena terlalu kritis. Ingat, waktu itu, tahun 1971,” kata Masoed.

Tahun itu, sejumlah aktivis, terutama Arif Budiman, mencanangkan golongan putih untuk menolak pemilihan umum. “Maksudnya putih itu ruang di antara gambar-gambar partai. Coblos yang itu, bukan partainya,” kata dia.

Menurut Masoed, Dhakidae pun melihat fenomena politik itu dan memutuskan untuk meneliti soal golput. “Kami tak menyangka topiknya itu, soal non-voting behaviour,” ujarnya.

Masoed menjelaskan, pada masa itu teori modernisasi mendominasi khazanah pemikiran sosial dan politik. Dalam politik praktis, teori itu mendukung temuan bahwa semakin terdidik seseorang, kecenderungan untuk mencoblos saat pemilu lebih tinggi.

“Yang ditemukan Daniel sebaliknya, semakin tinggi pendidikan, semakin tidak mau vote,” kata Masoed. Menurut dia, Dhakidae belajar politik dari samping. “Itulah yang menarik. Ternyata dia lebih jeli,” katanya.

Sebelumnya Masoed menguraikan sumbangan pemikiran Dhakidae soal kebangsaan dan nasionalisme. Menurut Dhakidae, seperti kata Masoed, sebagai komunitas terbayang, Indonesia turut dibentuk oleh media cetak.

“Perkembangan surat kabar jadi dasar bagi pembentukan kebangsaan karena lewat media cetak itu orang yang tidak saling kenal bisa berbagi,” tutur Masoed.

Daniel Dhakidae lahir di Ngada Flores, 22 Agustus 1945. Dia dikenal lewat berbagai pemikirannya, terutama melalui disertasinya di Cornell University New York, ‘The State, the Rise of Capital, and the Fall of Political Journalism, Political Economy of Indonesian News Industry.

Dhakidae meninggal di Jakarta, 6 April lalu. Untuk mengenangnya, Fisipol UGM mengadakan diskusi daring tentang sejumlah sumbangan pemikirannya pada 12-14 April ini.

165