Home Politik Krisis Myanmar, DPR Dorong KTT ASEAN dan Peran Indonesia

Krisis Myanmar, DPR Dorong KTT ASEAN dan Peran Indonesia

Jakarta, Gatra.com – Pemberontakan rakyat sipil terhadap junta militer Myanmar terus meluas. Hingga Rabu (14/4) diberitakan jumlah warga sipil yang meninggal akibat kekerasan aparat sudah mencapai lebih dari 700 orang. Para penentang kudeta militer 1 Februari yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi terus melakukan kampanye perlawanan terhadap militer dalam bentuk pawai dan demonstrasi.

Anggota Komisi I DPR, Sukamta menyebut apa yang terjadi di Myanmar saat ini merupakan tragedi bagi ASEAN. Menurutnya, pemimpin ASEAN harus lekas melakukan tindakan nyata untuk mencegah korban jiwa berjatuhan. “Para pemimpin ASEAN tidak boleh tinggal diam, harus ada upaya konkret untuk segera menghentikan kekerasan terhadap warga sipil di Myanmar,” kata Sukamta dalam keterangan yang diterima Gatra.com, Jumat (16/4).

Ia menambahkan, usulan Presiden Jokowi untuk diselenggarakannya KTT ASEAN untuk membahas krisis di Myanmar sudah tepat. Karena penyelesaian masalah Myanmar harus melibatkan kesepakatan di tingkat kawasan. “Semestinya hal ini segera diwujudkan apalagi beberapa negara ASEAN seperti Malaysia dan Brunei menghendaki bisa diselenggarakan di Jakarta sebagai Sekretariat ASEAN,” ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi PKS itu berharap, Indonesia dapat menjadi inisiator dan pemimpin ASEAN yang menjembatani persoalan konflik berdarah tersebut. “Saya berharap Bu Retno (Menlu) bisa secara intensif melakukan komunikasi dengan para menlu di ASEAN untuk segera mewujudkan KTT tersebut. Jika perlu presiden bisa melakukan hotline kepada para pemimpin di ASEAN karena gentingnya situasi di Myanmar”.

Sukamta mengatakan, pemimpin ASEAN jangan sampai ragu bertindak karena adanya prinsip non-intervensi ASEAN. Situasi yang terjadi di Myanmar saat ini dengan banyaknya korban sipil menuntut sikap tegas ASEAN untuk campur tangan.

Situasi di Myanmar, lanjut Sukamta, sudah mengarah kepada pembunuhan massal oleh rezim setempat. Hal itu masuk dalam kategori kejahatan HAM berat. “Dalam hal ini ada prinsip internasional tanggungjawab untuk melindungi atau Responsibility to Protect (R2P) yang diusung oleh PBB dimana dimungkinkan adanya intervensi langsung dari suatu negara jika negara lain dianggap gagal melindungi warganya dari kekerasan,” katanya.

Para pemimpin ASEAN menurutnya harus peka terhadap persoalan tersebut dengan menggunakan langkah diplomasi dalam menyikapi krisis di Myanmar. Sukamta menyebut sangat dibutuhkannya intervensi dari komunitas internasional. Apalagi krisis di Myanmar ini bisa bertambah pelik dengan masuknya permasalahan konflik etnis.

“Jika isu bergeser dari masalah kudeta dan pembataian warga sipil kepada isu konflik etnis, tentu akan lebih menyulitkan bagi ASEAN untuk campur tangan. Itu sebabnya KTT ASEAN harus segera diwujudkan. Ini juga akan menjadi desakan lebih kuat kepada PBB dan komunitas internasional lainnya melakukan tindakan konkrit atasi krisis Myanmar,” pungkasnya.

429