Home Kolom Mengadang Bahaya Terorisme dan Jurus BNPT

Mengadang Bahaya Terorisme dan Jurus BNPT

Terorisme, Radikalisme dan Peran BNPT

Oleh: Wibisono*

 

Pengertian terorisme dalam bahasa Arab, dikenal dengan istilah Al-Irhab, bisa dipahami bahwa kata Al-Irhab (teror) berarti (menimbulkan) rasa takut. Irhabi (teroris) artinya orang yang membuat orang lain ketakutan, orang yang menakut-nakuti orang lain. Sedangkan dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, terorisme adalah puncak aksi kekerasan, atau “terrorism is the apex of violence”.

Sedangkan teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut (biasanya untuk tujuan politik), dan teror adalah perbuatan semena mena, kejam, sadis, bengis, dalam usaha menciptakan rasa ketakutan.

Menurut Konvensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.

Menurut FBI (Biro Investigasi Federal Amerika), tindakan kekerasan melawan hukum atau kejahatan melawan orang orang atau perbuatan mengintimidasi atau memaksa pemerintah, warga sipil dan unsur masyarakat lainnya dengan tujuan mencapai target sosial tertentu. Sedangkan menurut Perppu No. 1 Tahun 2002 Go UU No.15 Tahun 2003, tindak pidana terorisme itu mengandung unsur pelaku kejahatan, kekerasan atau ancaman kekerasan.

Istilah “Teroris Tak Punya Agama” menjadi stigmatisasi yang gencar digaungkan, untuk menghindari stereotip negatif pada pemeluk agama tertentu yang akhirnya mendapat tekanan dari masyarakat, propaganda menyebar omongan begitu saja tak cukup. Orang-orang selain Islam terutama mereka yang mendiskriminasi harus tahu benar kalau para teroris itu berbeda dengan muslim.

Kegelisahan ini memuncak ketika dalam sebuah diskusi di suatu seminar membahas tentang terorisme, seorang peserta mengeluarkan perkataan yang membuat kita bingung: “Tak semua muslim teroris, tapi semua teroris adalah Islam,” katanya. Kalimat itu adalah bukti bahwa kebanyakan orang masih tak tahu kalau muslim juga mengecam terorisme. Pernyataan itu sekaligus pembenaran kalau orang-orang masih belum bisa memisahkan perilaku antara terorisme dan Islam.

Bagaimana seharusnya pemerintah menghadapi terorisme?. Pemerintah agar mengevaluasi dan meninjau ulang program deradikalisasi. Sebab program tersebut tidak berjalan efektif. Khususnya, program kontranarasi sangat tidak efektif. Sebab, secara ilmiah itu tidak bisa dipakai menghadapi radikalisme dan terorisme. Program yang dapat dipakai oleh pemerintah dalam mencegah aksi-aksi terorisme dan radikalisme adalah program “kontrawacana dan humanisasi” serta ratifikasi Konvensi PBB 2008 tentang daftar organisasi terorisme.

Bagaimana Peran BNPT?

BNPT sebagaimana dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) Perpres Nomor 46 Tahun 2010, mempunyai tugas yakni menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme; mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme.

BNPT dalam mencegah terorisme dan menanggulangi terorisme dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan yaitu peran BNPT dalam mencegah terorisme adalah dengan melakukan tindakan mulai dari pengawasan, kontra propaganda, penangkalan dan kewaspadaan yang dilakukan secara sistematis, terukur dan komprehensif untuk mencegah terjadinya aksi terorisme di Indonesia.

Sedangkan peran BNPT dalam menanggulangi terorisme adalah dengan melaksanakan program deradikalisasi yang dilakukan di dalam atau di luar lapas yang meliputi identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi yang dilakukan dengan pendekatan agama, pendekatan psikologis, pendekatan sosial budaya, pendekatan ekonomi, pendekatan hukum, pendekatan politik, dan pendekatan teknologi.

Dengan tetap menjunjung tinggi prinsip supremasi hukum, prinsip Hak Asasi Manusia, prinsip kesetaraan dan prinsip pembinaan dan pemberdayaan. Langkah langkah untuk evaluasi dan perbaikan program deradikalisasi harus segera dilakukan pemerintah agar jaringan terorisme di Tanah Air dapat diselesaikan secepatnya.

Dalam konferensi lintas pemuka agama diselenggarakan di Abu Dhabi tahun 2019 dihadiri oleh Paus dan pemuka lintas agama di seluruh dunia mendeklarasikan seruan: “Berhenti membawa nama Tuhan untuk menghalalkan aksi kekerasan dan aksi terorisme serta pembunuhan”.

Oleh karena itu, berhentilah membawa nama agama untuk menginstrumensasi aksi kekerasan demi kepentingan politik dan kelompok.

 

*Penulis Pengamat Militer dan Pertahanan

2675