Home Ekonomi Regulasi Penting Dukung Perdagangan Karbon di Indonesia

Regulasi Penting Dukung Perdagangan Karbon di Indonesia

Jakarta, Gatra.com- CEO Landscape Indonesia, Agus P. Sari menyebut landasan regulasi menjadi sangat penting agar perdagangan karbon dapat memberikan keuntungan maksimal bagi Indonesia. Pasalnya, Indonesia memiliki sektor potensial yang bisa dikembangkan untuk menyambut era perdagangan karbon.

“Dua sektor utama yang berpotensi untuk pasar karbon di Indonesia di antaranya sektor lahan dengan subsektor gambut dan mangrove. Kedua, sektor energi,” katanya saat menjadi pembicara dalam Katadata Earth Day Forum 2021, Rabu (22/4), 

Sejumlah tantangan masih menjadi batu sandungan penerapan perdagangan jenis ini, menurut Agus di antaranya kebutuhan mengaturnya secara sektoral di setiap kementerian. Ia juga memperingatkan pentingnya debirokratisasi dengan melihat karbon ini sebagai komoditas baru, sehingga harus tunduk pada aturan pasar.

“Kita masih menunggu dua hal. Keputusan yang akan menjadi rulebook mengenai pasar karbon secara global, dan Perpres yang mengatur mengenai pasar karbon di Indonesia,” ungkapnya.

Sementara dua terakhir, lanjutnya adalah terkait transparansi rantai pasok dan investasi terkait perdagangan karbon. Nah sebagai investasi yang setara dengan jenis investasi konvensional, menurut dia regulasi pemerintah yang jelas akan menarik investor.

Sebagai informasi, perdagangan karbon selama ini dijalankan melalui beberapa mekanisme. Di antaranya Clean Development Mechanism (CDM) yang diatur oleh Protokol Kyoto dan Joint Credit Mechanism (JCM).

Pasca Perjanjian Paris 2015, wacana perdagangan karbon semakin menguat, termasuk di Indonesia. Selama ini CDM dijalankan melalui mekanisme offset, yakni pihak pembeli memperoleh kredit Certified Emission Reduction (CER) dari proyeknya.

Direktur Utama Geo Dipa, Ricki Ibrahim menambahkan, CDM selama ini hanya dinikmati developer asing. “Persiapan regulasi dan konsultasi harus ada. Dari segi konsultan misalnya, kami dulu harus mengeluarkan biaya lebih US$2 juta untuk menyewa dari luar (asing), dan ini menyedihkan,” kata dia.

Menurut Ricky, naiknya tren perdagangan karbon dalam negeri ini bisa mendorong munculnya ahli serta regulasi nasional yang saling melengkapi untuk mendukung industri ini. Jika meihat keseriusan pemerintah menuju transisi energi, perdagangan karbon bisa menjadi pelengkap dari upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

CEO PT Rimba Makmur Utama, Dharsono Hartono yang juga aktif dalam proyek Katingan Mentaya, proyek pendanaan karbon untuk mencegah perubahan iklim di Kalimantan Tengah, memaparkan manfaat perdagangan karbon dirasakan cukup nyata dalam 15 tahun terakhir.

Adapun dari proyek ini, dapat  mencegah pelepasan GRK setara dengan 7,5 juta tCO2e  dalam setahun. Proyek ini juga melindungi satu kawasan hutan rawa gambut utuh terbesar di Asia Tenggara, seluas lebih dari 157.000 hektar

Selama ini Rimba Makmur berfokus untuk bermitra dengan masyarakat, mendorong cara melakukan tranformasi untuk mengubah kegiatan deforestasi di masyarakat. “Bahu membahu supaya terjadi kenaikan produktifitas tanpa harus merusak hutan,” pungkasnya.

441