Home Kebencanaan Waspada, Gempa Bumi di Jateng Meningkat 5 Tahun Terakhir

Waspada, Gempa Bumi di Jateng Meningkat 5 Tahun Terakhir

Gatra, Banyumas - Aktivitas kegempaan di Jawa Tengah meningkat dalam lima tahun terakhir. Sebelum 2015, jumlah gempa berkisar puluhan hingga seratusan lebih. Namun, jumlah ini kemudian meningkat hingga ratusan kali per tahun.

Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie mengatakan, mulai tahun 2016, grafik jumlah gempa di Jawa Tengah meningkat tajam menjadi 663 di tahun 2016, 553 di tahun 2017, 660 di tahun 2018, 624 di tahun 2019 dan 523 kejadian di tahun 2020. Padahal, sebelumnya jumlah gempa per tahun rata-rata puluhan hingga seratusan kali.

“Terdapat loncatan aktivitas kegempaan, khususnya lima tahun terakhir,” kata Ajie, dalam Webinar ‘Menguak Jejak Gempa Megathrust dan Sesar Aktif di Banyumas Ray’ yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Purwokerto, dikutip Kamis (22/4).

Ajie mengatakan, terdapat 295 sesar aktif di seluruh Indonesia. Yang perlu diwasapadai, tujuh sesar aktif di antaranya berada di Jawa Tengah, yakni Baribis Kendheng, Ajibarang, Merapi Merbabu, Muria, Pati/Lasem, Ungaran 1 dan 2. Adapun potensi magnitude kegempaan yang dapat dihasilkan M 6.6

Wilayah Kabupaten Banyumas dan sekitarnya (Banyumas Raya), menurut dia, termasuk daerah yang rawan terjadi gempa bumi.

Menilik sejarah, wilayah Banyumas dan sekitarnya juga pernah diguncang gempa dengan dampak cukup besar. Misalnya gempa pada 13 Agustus 1863 yang menyebabkan pabrik gula rusak berat, kemudian 27 Maret 1871 mengakibatkan bangunan pemerintah dan rumah rusak. Lalu pada 14 Februari 1976, gempa dengan epicenter di Purwokerto mengguncang dan terasa hingga Tegal, Pekalongan dan Semarang.

Mengingat potensi kejadian gempabumi yang cenderung meningkat, pihaknya merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) agar upaya mitigasi perlu segera ditingkatkan.

BMKG pun sudah melakukan berbagai upaya peningkatan mitigasi bencana gempa bumi. BMKG rajin menggelar Sekolah Lapang Geofisika untuk mewujudkan masyarakat siaga bencana, termasuk ancaman gempa bumi dan tsunami. Pihaknya juga mengembangkan alat penyerbarluasan informasi melalui frekuensi radio sebagai bagian upaya mitigasi bencana. Ini cukup bermanfaat bagi masyarakat di daerah rawan yang terkendala sinyal atau jaringan internet.

“Sehingga masyarakat yang susah sinyal, bisa menggunakan frekuensi radio dan menerima pesan dalam bentuk suara,” katanya.


 

1517