Home Ekonomi Pekerja Urban Kembali ke Desa, Produksi Sarung ATBM Naik

Pekerja Urban Kembali ke Desa, Produksi Sarung ATBM Naik

Slawi, Gatra.com - Menjelang Lebaran, produksi sarung alat tenun bukan mesin (ATBM) khas Tegal, Jawa Tengah melonjak. Banyaknya pekerja urban yang pulang ke desa karena pandemi Covid-19 mendukung peningkatan produksi.

Jamaludin Alkatiri, pemilik PT Asaputex Jaya, salah satu produsen sarung ATBM di Kota Tegal, mengatakan  produksi sarung ATBM mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat dari biasanya.

"Dulunya produksi 300 sampai 400 potong per hari, sekarang kami produksi 800 sampai 1.000 potong per hari," kata Jamaludin di salah satu pabrik sarung ATBM di Desa Wangandawa, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Sabtu (24/4).

Menurut dia, biasanya pekerja yang masuk untuk produksi sarung ATBM hanya ada satu shift. Saat ini proses produksi sudah berjalan dua shift mulai pukul 06.00 hingga 22.00 WIB.

"Selain itu, dengan banyaknya pekerja urban yang pulang ke desa karena pandemi menambah jumlah pekerja, ada peningkatan produksi hingga tiga kali lipat," ujar Jamaludin.

Jamaludin mengungkapkan, dari 1.600 pekerja, sebanyak 40 persen merupakan para pekerja yang semula bekerja di sektor informal di kota-kota besar. Mereka kembali ke desa karena kehilangan mata pencaharian di kota imbas pandemi Covid-19. Sedangkan 20 persen adalah pekerja baru, dan sisanya pekerja lama.

"Tahun ini produksi juga ada yang di rumah-rumah penduduk di Wangandawa, Kaladawa, dan Getaskerep. Satu kampung ada 50 - 60 perajin, tetap tapi sentranya di sini (pabrik)," ujarnya.

Meski ada peningkatan, Jamaludin menyebut produksi sarung ATBM belum sepenuhnya bisa memenuhi permintaan pasar yang tinggi terutama menjelang Lebaran, baik dari pasar domestik maupun luar negeri.

"Kami hanya bisa memenuhi 30 - 40 persen dari permintaan. Dari permintaan itu, hampir 90 persen ekspor ke Afrika dan Timur Tengah," ungkapnya.

Jamaludin menambahkan, pihaknya sudah mulai merambah ke penjualan secara online melalui marketplace lokal dan luar negeri.

"Perajin di daerah harus berani beralih penjualan ke online. Di marketplace, harga lebih bagus, market lebih stabil, dan yang utama adalah kesinambungan langsung ke buyer," jelasnya.


 

1538