Home Info Sawit Disentil Luluk, Gulat Langsung Menepis

Disentil Luluk, Gulat Langsung Menepis

Jakarta, Gatra.com - Ada yang unik pada webinar 'Strategi Membangun UMKM Berbasis Kelapa Sawit di Era Pandemi' yang ditaja sariagri.id, kemarin.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat-Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung langsung meluruskan sentilan anggota Komisi IV DPR, Luluk Nur Hamidah terkait Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Lelaki 48 tahun ini justru memuji BPDPKS yang tahun ini sudah ofensif, sudah masuk menyerang kampanye negatif yang belakangan gencar. "Beda dengan tahun lalu yang hanya menerima serangan, salut akan ide kreatifnya," ujar Gulat.

Soal keterwakilan petani kelapa sawit di BPDPKS kata Gulat, sudah cukup lama ada dan malah berada di posisi tertinggi pula; Komite Pengarah (Komrah).

Rino Afrino yang juga Sekretaris Jenderal DPP Apkasindo yang menjadi perwakilan petani kelapa sawit itu.

"Bu Luluk, saat ini, sawit teramat seksi untuk dibicarakan. Itulah makanya kalau ada orang membicarakan sawit, sepanjang itu untuk kebaikan, kami senang. Tapi kalau ada yang bilang sawit itu begini begitu, mungkin yang ngomong itu bukan petani, Bu," kata kandidat doktor lingkungan Universitas Riau ini semangat.

"Apalagi kalau ada yang bilang BPDPKS itu tak berguna, tak ada manfaat untuk petani. Itu salah besar. Tapi wajar juga orang itu ngomong begitu, wong dia bukan petani sawit," tambahnya.

"Bu, sejak BPDPKS ada, kami petani ini merasakan harga sawit kami terjaga, apalagi ditambah dengan program Presiden Jokowi, Biodiesel (B30). Kalau kemudian di sana sini masih ada kekurangan, mari kita perbaiki, kita beri saran. Itu yang betul. Terus terang, kami sangat bahagia BPDPKS ada," tegas Gulat.

Di webinar itu, Luluk dan Gulat sama-sama didapuk menjadi pembicara. Hanya saja, Luluk lebih duluan.

Mula-mula perempuan kelahiran Jombang ini membahas keberadaan kebun sawit rakyat yang luasnya mencapai 40% --- versi Kementan 42% --- dari total 16,38 juta hektar, tapi hasil produksinya tidak seimbang dengan luasan.

"Pada 2017 hanya 13,19 juta ton atau sekitar 37,75% dari total produksi CPO Nasional. Sementara produksi kebun swasta, mencapai 19,98 juta ton atau 56,92%. Ini menunjukkan kalau kebun sawit rakyat tidak kompetitif," katanya.

Kecilnya produksi petani itu kata Luluk tak lepas dari benih yang jelek dan umur tanaman yang rata-rata sudah sangat tua.

Beres mengulas petani tadi, Luluk membahas BPDPKS yang menurut dia belum punya komitmen yang kuat untuk bisa memperkuat posisi kebun sawit rakyat dan kelembagaan petani kelapa sawit. Beda dengan komitmen BPDPKS memberikan dukungan kepada korporasi.

"Kajian NGO, BPDPKS masih punya persoalan dengan tata kelola yang kurang transparan, marjinalisasi petani atau kelompok tani, konflik kepentingan yang tak bisa dihindarkan lantaran komite di BPDPKS itu refresentasi perwakilan swasta, sementara dari petani tidak ada," katanya.


 

250