Home Hukum Waduh! Perusahaan Ini Ogah Disita dan Diseret dengan ASABRI

Waduh! Perusahaan Ini Ogah Disita dan Diseret dengan ASABRI

Jakarta, Gatra.com - PT. Jelajah Bahari Utama (PT. JBU) sebuah perusahaan yang bergerak dibidang transportasi kapal  akan disita asetnya oleh Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Hal itu karena diduga perusahaan tersebut adalah milik tersangka kasus ASABRI yakni Heru Hidayat.

 

Kuasa Hukum PT. JBU, Haris Azhar menyatakan, bahwa PT. JBU menolak dengan keras adanya penyitaan dan rencana lelang atas kapal milik perusahaan tersebut oleh pihak Kejaksaan Agung.

 

"Kami sudah melayangkan surat penolakan atas penyitaan aset perusahaan klien kepada Jaksa Agung, Jampidsus dan Kepala Pusat Pemulihan Aset, karena faktanya aset yang disita adalah milik PT. Jelajah Bahari Utama yang murni berasal dari modal perusahaan dan keuntungan bisnis. Aset tersebut bukanlah milik Heru Hidayat yang saat ini berstatus tersangka kasus PT. ASABRI. Aset tersebut juga bukan milik PT. ASABRI dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan PT. ASABRI",  jelas Haris kepada wartawan, Rabu (28/4). 

 

Lebih lanjut, Haris juga menegaskan bahwa status dari barang-barang tersebut adalah sedang dijaminkan kepada pihak bank. Sehingga penyitaan oleh penyidik Kejaksaan Agung mengakibatkan banyak pihak yang dirugikan. 

 

Terlebih menurutnya, aset-aset tersebut masih bisa dikelola dengan baik oleh perusahaan, dan dipastikan pengelolaannya tidak akan mengganggu jalannya proses hukum yang sedang berlangsung. Jadi, pihak kejaksaan sebenarnya tidak perlu merisaukan biaya perawatan atas aset-aset tersebut.

 

"Yang sangat dirugikan saat ini adalah para karyawan. Penghasilannya turun drastis dan tidak adanya kepastian hukum kapan mereka bisa bekerja kembali. Kerugian atas disitanya aset perusahaan jelas memperburuk kondisi perekonomian para karyawan yang sudah sangat tertekan karena pandemi," ungkap dia.

 

Aktivis HAM dan mantan koordinator KontraS ini juga menerangkan bahwa selaku advokat dan warga masyarakat yang patuh hukum, dirinya menghormati proses penegakan hukum yang terjadi pada kasus PT. ASABRI. Namun, ia berharap penegakan hukum jangan sampai menghancurkan kepentingan masyarakat.

 

"Aset-aset yang masuk dalam daftar lelang termasuk ke dalam aset yang produktif yang terkait dengan mata pencaharian sejumlah tenaga kerja, pelelangan justru akan mematikan keberlangsungan roda ekonomi para karyawan dan masyarakat setempat." tandasnya.

 

Oleh karenanya, Haris meminta Jaksa Agung ST. Burhanudin  bergerak dan mengingatkan para penyidiknya untuk lebih berhati-hati melakukan penyitaan terutama terkait data perolehan aset. "Patut digarisbawahi, segala bentuk penyitaan pasti terkait erat dengan hak asasi manusia, dan bila ada hak rakyat negeri ini yang terenggut oleh kesewenangan aparat, maka saya yang akan berdiri di garis paling depan," pungkasnya.

 

Menyikapi hal tersebut, Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad mendesak dilakukan upaya eksaminasi hukum terkait kasus ASABRI maupun Jiwasraya. Eksaminasi perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penegak hukum.

 

"Eksaminasi perlu dilakukan supaya dapat mendukung penegakan hukum yang sesuai ketentuan hukum dan tidak kontraproduktif dengan kegiatan perekonomian," kata Suparji.

 

"Sehingga para pihak yang jelas melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam proses penegakan hukumnya dapat ditindak lanjuti dan hal tersebut tidak akan terulang lagi di kemudian hari," ujarnya lagi.

 

Sesuai keterangan persnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, pada Kamis (11/3) lalu menyatakan bahwa tim jaksa penyidik telah melakukan penyitaan fisik kapal dan pemasangan tanda atau plang terhadap 13 kapal milik PT. Jelajah Bahari Utama yang merupakan aset milik dan atau yang terkait tersangka Heru Hidayat. 

 

Terhadap aset-aset para tersangka yang telah disita tersebut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara di dalam proses selanjutnya.


 

469