Home Hukum Mafia Karantina Bandara Soetta, Komisi IX: Lemah Pengawasan

Mafia Karantina Bandara Soetta, Komisi IX: Lemah Pengawasan

Jakarta, Gatra.com – Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher, meminta pemerintah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap petugas di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, setelah terungkapnya pelolosan penumpang dari luar negeri tanpa melakukan karantina.

"Periksa juga seluruh petugas di Bandara yang memiliki wewenang. Sulit diterima kalau mafia karantina kesehatan ini tidak melibatkan orang dalam," kata Netty pada Rabu (28/4).

Legislator dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), menyampaikan, pemeriksaan menyeluruh guna mengusut jaringan mafia kekarantinaan di Bandara Soetta hingga ke akar-akarnya.

Pemeriksaan menyeluruh juga untuk memastikan ada tidaknya kasus serupa. Kasus yang baru terungkap itu jangan-jangan merupakan fenomena gunung es, sehingga masih banyak kasus-kasus serupa yang belum terungkap.

Adapun kasus pelolosan Warga Negara Indonesia (WNI) tidak melakukan karantina pascatiba dari India di Bandara Soetta, ini baru menyeret 4 tersangka, yakni S, mantan pensiunan Dinas Pariwisata DKI Jakarta; RW anak S, JD, dan GC.

"Kasus ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya. Dari mana tersangka mendapatkan kartu pas Disparekraf DKI Jakarta dan apakah tersangka dibantu jaringannya di bandara? Ini harus diungkap seluruhnya," kata dia.

Polisi harus memeriksa pihak-pihak yang bertanggungjawab terkait pelaksanaan mekanisme yang berlaku di Soetta. "Kita tidak ingin kasus ini berhenti hanya pada tersangka saja, karena pasti akan terjadi lagi," kata Netty.

Lolosnya WNI dari luar negeri tanpa melakukan karantina, menunjukkan lemahnya pengawasan di Bandara Soetta. Pemerintah harus memperketat pengawasan terhadap petugas dalam menjaga akses masuk ke dalam negeri.

Pengawasan bisa dilakukan melalui skrining ketat dengan alat yang lebih canggih agar hasilnya akurat. Netty tak ingin pemerintah kecolongan dan kasus Covid-19 kembali melonjak, bahkan seperti India.

"Bisa dibayangkan apabila mereka bebas masuk begitu saja ke Indonesia, sementara kita juga sedang berjuang melawan pandemi Covid-19 dengan sumber daya yang terbatas seperti vaksin, ruang isolasi, faskes, nakes, dan lain-lain," ujarnya.

Sesuai Permenkumham Nomor 26 Tahun 2020, WNA yang berkunjung ke Indonesia harus memiliki visa kunjungan, kitas, hingga kitap. Kemudian, menunjukkan hasil negatif Covid-19 di negara asal sebelum berangkat.

Setelah tiba di Indonesia, WNI harus menjalani karatina mandiri selama 5 hari di Wisma Pademangan meskipun hasil tes PCR-nya negatif Covid-19. Setelah itu, jika hasil tesnya tetap negatif maka boleh pulang ke rumah.

Begitupun WNA yang negatif Covid-19. Mereka tetap harus menjalani karantina mandiri di hotel repatriasi yang telah mendapatkan sertifikasi oleh Kementerian Kesehatan. Setelah 5 hari dan hasil tes ulangnya tetap negatif, mereka boleh menuju tujuannya.

Polisi menyampaikan bahwa WNI inisial JD yang pulang dari India lolos dari ketentuan mengikuti karantina pencegahan Covid-19, usai membayar uang Rp6,5 juta.

JD memberikan uang sejumlah itu kepada S dan RW karena diduga telah membantu mengurus segala keperluan sehingga tak perlu mengikuti karantina kesehatan. S dan RW mengaku-ngaku sebagai petugas Bandara Soetta.

Bukan hanya itu, informasi yang beredar bahwa dari 30 hotel yang melakukan karantina, hanya 20 yang terdapat petugas KKP. Kemudian, ada juga hotel yang diduga tidak terdaftar menerima karantina dan lokasinya dekat pusat perbelanjaan.

Bahkan, ada juga hotel yang menempatkan WNA atau WNI yang tengah menjalani karatina, satu lantai dengan tamu umum serta dokumen identitas asli, yakni paspor dan kitas tidak disimpan di repsepsionis hotel.

158