Home Hukum Koalisi Masyarakat Sipil untuk Papua Kecam Bambang Soesatyo

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Papua Kecam Bambang Soesatyo

Jakarta, Gatra.com- Berbagai organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua menyesalkan sekaligus mengecam, pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo mengenai dorongan kepada Pemerintah untuk menurunkan aparat keamanan dengan kekuatan penuh ke Papua, tanpa mempertimbangkan aspek hak asasi manusia.

"Pernyataan yang Bapak sampaikan, tidaklah mencerminkan kepribadian dan etika yang baik selaku pimpinan anggota MPR RI. Padahal secara etik, berdasarkan Keputusan MPR 2/2010 tentang Peraturan Kode Etik MPR, setiap anggota dituntut untuk juga menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia." jelas Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua dalam surat terbuka untuk politisi dari Golkar itu.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua, pernyataan politisi yang akrab disapa Bamsoet tersebut justru akan memperburuk kondisi kemanusiaan di Papua dan dikhawatirkan akan dijadikan legitimasi bagi aparat keamanan di Papua untuk bertindak sewenang-wenang dan tidak manusiawi.

"Perlu Bapak ketahui, akibat dari operasi keamanan bertahun-tahun di Papua, banyak sekali tragedi hak asasi manusia yang terjadi, seperti peristiwa Wasior dan pembunuhan ketua Presidium Dewan Papua Theys Eluay pada 2001 peristiwa Wamena tahun 2003, peristiwa Paniai 2014, Pembunuhan terhadap Luther Zanambani, Apinus Zanambani dan Pendeta Yeremia pada 2020. Kemudian berbagai tragedi hak asasi manusa lainnya yang mengancam keselamatan masyarakat sipil." ungkap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua.

Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua memahami bahwa yang menjadi korban tidak hanya masyarakat sipil tetapi juga aparat keamanan, termasuk insiden penembakan Kepala Badan Intelijen Nasional Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha.

"Atas peristiwa tersebut, tentu kami juga mengutuk keras dan mendorong pihak kepolisian untuk segera mengungkap dan menangkap pelaku yang bertanggungjawab." sambungnya.

Meski demikian, menurut Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua tindakan yang dilakukan oleh negara dalam mengungkap kasus tersebut, haruslah menggunakan pendekatan sistem peradilan pidana.

"Proses penyelidikan atau penyidikan yang dilakukan nantinya wajib mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Kami juga menyayangkan pelabelan terhadap kelompok yang dituding menembak sebagai Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua." tegas Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua.

Sementara itu, terkait dengan operasi keamanan di Papua, khususnya pengerahan personil TNI, menurut Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua, operasi tersebut sejatinya juga patut dipertanyakan, pasalnya tidak ada akuntablitas dan transparansi terkait pengerahan tersebut. Terlebih berdasarkan UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, pengerahan kekuatan harus melalui Keputusan Presiden.

"Tetapi, Presiden tidak pernah mengumumkan dan tidak ada satupun dokumen yang dapat diakses oleh publik. Sebelumnya Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pernah meminta keterbukaan informasi pengerahan kekuatan kepada TNI dan Polri, tetapi tidak dijawab sebagaimana mestinya." papar Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua menilai bahwa berbagai rentetan kekerasan yang terjadi di Papua, membuktikan pengerahan aparat keamanan dan menggunakan cara-cara kekerasan tidak menjawab akar persoalan. Menurut mereka, seharusnya pemerintah membaca situasi di papua dengan melihat substansi masalah.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua menyebut temuan tim kajian LIPI tentang Papua, di mana di dalamnya mengurai 4 (empat) akar masalah yang menjadi pemicu teradinya konflik kekerasan di Kawasan Papua.

Pertama, marjinalisasi terhadap masyarakat Papua. Kedua, kegagalan pembangunan. Ketiga, persoalan status politik Papua. Keempat, pelanggaran hak asasi manusia.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua menilai lebih baik Bamsoet sebaagai ketua MPR mendesak Pemerintah untuk menindaklanjuti temuan LIPI tersebut dan mengupayakan cara-cara damai berupa pendekatan dialog untuk menyelesaikan akar permasalahan yang terjadi, dibanding mendorong Pemerintah untuk mengerahkan kekuatan penuh ke Papua.

Lebih jauh, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua meminta agar operasi keamanan di Kawasan Papua untuk dievaluasi. PAsalnya jika sekuritisasi terus dilakukan dan kekerasan masih terjadi maka upaya dialog juga tidak akan mencapai titik temu.

Selain evaluasi operasi keamanan, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua menuntut keterbukaan informasi di Kawasan Papua, pasalnya selama ini masyarakat sipil termasuk jurnalis sulit mendapatkan informasi mengenai kondisi kemanusiaan yang terjadi di Kawasan Papua.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua turut menyoroti meluasnya pengungsian penduduk keluar daerah setempat ke daerah lain dan atau mengungsi ke tempat pedalaman hutan yang tidak terjangkau dari fasilitas sosial, kesehatan dan rentan terhadap pangan yang berkualitas. Situasi kemanusiaan ini harus segera mendapat perhatian negara, untuk memberikan rasa aman dan pelayanan yang layak dan memadai.

Terakhir, atas uraian yang telah disampaikan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Papua mendesak Bambang Soesatyo untuk menarik pernyataannya dan menyatakan permohonan maaf secara terbuka kepada publik dan mendorong Pemerintah menyelesaikan akar masalah di Papua melalui jalur damai.

244