Home Kesehatan Doni: 17 Persen Rakyat Indonesia Tidak Percaya COVID-19

Doni: 17 Persen Rakyat Indonesia Tidak Percaya COVID-19

Palembang, Gatra.com - Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Letjen TNI Doni Monardo, menyebutkan dari total seluruh masyarakat Indonesia sebanyak 17 persen diantaranya tidak mempercayai adanya COVID-19. Kondisi ini membuat penanganan pandemik di Indonesia semakin terhambat.

"Ada 17 persen rakyat kita tak percaya COVID-19. Lakukan evaluasi, sosialisasi saja tidak cukup libatkan tokoh masyarakat. Besar harapan saya ini momentum jangan sampai kasus COVID-19 tidak terkendali," ungkap Doni Monardo saat Rakor penanganan COViD-19 di Palembang, Rabu (5/5).

Doni menjelaskan, tidak mau lagi mendengar ada kepala daerah yang berbeda pendapat mengenai larangan mudik. Menurutnya keputusan larangan mudik telah menjadi keputusan politik negara, dimana sudah menjadi ketetapan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Menurutnya, keputusan politik negara diambil melalui berbagai pertimbangan dan data. Apapun yang telah diputuskan artinya sudah melalui mekanisme yang dikaji sehingga tidak boleh ada arah kebijakan yang berbeda dari keputusan pemerintah pusat.

"Tidak boleh ada narasi Pusat yang berbeda dengan Daerah. Kita sedang perang melawan COVID-19, sehingga dari Pusat sampai Daerah, jangan ada keluar dari politik presiden. Mudik dilarang jangan diterjemahkan lain lagi," ujar dia.

Ia menambahkan, tidak ada yang dapat memprediksi sampai kapan pandemik akan berakhir. Bisa saja enam bulan, satu tahun, bahkan lebih. Perlu upaya mencegah masyarakat mudik untuk menghindari peningkatan kasus COVID-19.

"Di India perlu upaya beberapa minggu ketika masyarakatnya mulai mengurangi prokes. Dalam hitungan minggu itu kasus bertambah, kematian bertambah. Kita hampir mengalami pada Agustus hingga Oktober di Jakarta, ketika Wisma Atlet nyaris penuh. Jangan main-main dan jangan anggap enteng virus ini," jelas dia.

Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 ini menerangkan tidak menampik jika masih ada masyarakat di Indonesia yang mencoba mencuri-curi untuk mudik. Untuk itu dirinya mengingatkan, Bupati dan Walikota di Sumsel untuk mempersiapkan lokasi-lokasi karantina yang terpusat bagi mereka yang terlanjur mudik.

"Jangan dibiarkan mereka mudik tanpa pengawasan. Pahamilah mereka yang mudik tidak sepenuhnya aman meski sudah melakukan tes. Bisa saja yang bersangkutan terpapar dalam perjalanan," jelas dia.

Dari catatan Satgas COVID-19, jumlah kasus perkembangan COVID-19 di Sumsel selalu mengalami peningkatan saat masa libur hari raya agama maupun libur panjang lainnya. Tren ini cukup mengkhawatirkan jika melihat data Libur Idul Fitri 22-25 Mei 2020, Libur Kemerdekaan 17-23 Agustus, Maulid Nabi 28 Oktober-1 November, Libur Nataru 24 Desember-5Januari 2021. Lalu Imlek 17-24 Februari 2021, Libur Isra Mir'aj 11-14 Maret 2021, dan Libur Paskah 2-4 April kemarin.

"Ini semua meningkat lantaran mobilitas masyarakat yang tinggi. Saat hari raya Idul Fitri 2020 lalu kasus COVID-19 meningkat enam persen, Idul Adha 27 persen, awal Ramadan dan Paskah kemarin meningkat 36 persen," ungkap Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 dr. Dewi Nur Aisyah.

Sebelumnya, pemerintah Provinsi Sumatra Selatan memutuskan mencabut izin mudik lokal bagi masyarakat Sumsel. Kebijakan ini diambil menyikapi larangan mudik yang dikeluarkan Kepala Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional, Doni Monardo. 

"Prinsipnya jelas akan dilakukan pemprov Sumsel mengenai larangan. Jika pusat melarang kita integral kan dengan kebijakan di daerah. Kita lanjutkan yang sudah digariskan (aturan) pemerintah pusat," ungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel, Nasrun Umar, Senin (3/5). 

289