Home Politik Peneliti: Label Teroris KKB Papua Harus Diihat Lebih Luas

Peneliti: Label Teroris KKB Papua Harus Diihat Lebih Luas

Jakarta, Gatra.com – Peneliti Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti menyebut pelabelan teroris Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua harusnya dilihat dengan perspektif yang lebih luas.

Hal itu disampaikannya dalam “Ngobrol Amnestypedia” yang berjudul “Apa Akar Konflik di Papua?” yang diadakan Senin siang, (10/5) dan disiarkan langsung melalui Instagram Live @amnestyindonesia.

“Ya secara khusus melihat Papua sebagai daerah konflik, jadi ini tidak sekedar melabelkan apa, label teroris itu ke organisasi atau kelompok tapi ini ada konteks lebih luasnya tentang konflik,” ucap Putri.

Menurutnya, pelabelan teroris KKB Papua akan berdampak pada kompleksitas atau kerumitan 4 akar konflik di wilayah tersebut. Akar konflik tersebut di antaranya adalah perbedaan perspektif sejarah dan status politik, kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), kegagalan pembangunan, serta diskriminasi.

Putri pun mengatakan, ketika melihat argumen pemerintah kini seperti adanya urgensi. Karena kekerasan yang begitu masif, maka perlu ada labelisasi teroris supaya adanya ruang penyelesaian konflik. “Nah tapi di luar itu, ini ada konteks konflik 4 akar tadi itu bisa lebih rumit diselesaikan. Ya sebenernya kompleksitasnya tuh lebih ke 3 akar dari 4 akar masalah yang ada,” lanjutnya.

Yang pertama, kata Putri, misalnya terkait dengan kekerasan dan pelanggaran HAM. Dengan adanya pelabelan teroris, kemudian akan disusul oleh operasi penyelesaian teroris seperti pemburuan teroris. Selain itu, jika melirik di beberapa hari belakangan ini, kejadian kekerasan itu terus terjadi, bahkan saat KKB Papua telah dilabeli teroris.

“Pasukan datang kesana, pendekatan keamanan digunakan, kemudian nanti ada apa, balasan misalnya ya, balasan dari OPM [Organisasi Papua Merdeka]. Kayak gitu-gitu akan terus memutar siklus kekerasan di Papua. Dan yang paling dikhawatirkan sebenernya oleh aktivis HAM saat ini adalah bahwa nanti itu akan berujung pada pelanggaran HAM lagi. Karena KKB itu kan enggak ketahuan siapa saja anggotanya, kemudian khawatirnya nanti akan ada salah sasaran misalnya.. Nah itu hal yang juga menjadi satu problem baru terkait dengan kekerasan dan pelanggaran HAM,” tuturnya.

Sementara yang lainnya, lanjut Putri, terkait misalnya dengan kegagalan pembangunan. Ini juga akan menimbulkan kompleksitas dari salah satu akar konflik di Papua tersebut. Karena umpamanya saat kekerasan itu berlangsung masif, maka menjadi suatu hal yang tidak terhindarkan dan pembangunan pun sulit untuk dilakukan. “Padahal, ini sebenernya agak ironis karena Presiden Jokowi sendiri sejak periode pertama sampe sekarang ini memfokuskan pada upaya untuk menguatkan percepatan pembangunan di Papua,” ungkapnya.

Contohnya, terang Putri, sejak Maret lalu ia merasa telah banyak berita yang menyiarkan tentang adanya siklus pengungsian di daerah-daerah konflik di wilayah tersebut. Kemudian ini pun tak berlangsung saat ini saja, namun juga pada sebelum-sebelumnya. Di tahun lalu misalnya, di daerah pegunungan juga terdapat pengungsian yang begitu besar.

“Nah ketika terjadi pengungsian, ini ada problem tentunya terkait dengan pembangunan manusianya, anak-anak tidak bisa sekolah, kemudian akses untuk mendapatkan fasilitas kesehatan juga tentunya akan sulit gitu ya. Pembangunan di wilayah yang seharusnya apa, diintervensi pembangunan fisiknya, infrastrukturnya juga enggak akan bisa jalan gitu ketika orang-orangnya enggak ada di situ kan, nah mengungsi. Nah itu satu lagi kompleksitas,” jelasnya.

Seraya Putri menambahkan, misalnya adanya pelabelan teroris ini kemudian dapat berdampak terhadap diskriminasi lanjutan ke orang Papua. “Kalau dulu misalnya kita tau di 2019 kejadian diskriminasinya berbasis rasial gitu ya. Nah, ini bisa jadi menjadi satu label baru gitu yang dilekatkan ke orang asli Papua. Apalagi kita enggak ada yang tahu kan strukturnya KKB itu seperti apa, siapa saja yang terlibat di situ tuh cair sangat blur. Ini, ini mungkin menjadi problem baru. Jadi ini akan memperumit kompleksitas akar konflik di Papua,” tegasnya.

452