Home Hukum Nurani '98 Dorong Aktivis 98 Selamatkan KPK

Nurani '98 Dorong Aktivis 98 Selamatkan KPK

Jakarta, Gatra.com – Nurani '98 mendorong para aktivis 98 untuk menguatkan kembali gerakan antikorupsi dan tujuan reformasi untuk menyelamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tetap sesuai khitahnya.

Ray Rangkuti dari Nurani '98 juga Direktur Lima Indonesia di Jakarta, Selasa malam (11/5), menggaungkan dorongan tersebut setelah palu godam kehancuran KPK kian keras berdentum, yakni Ketua KPK menonaktifkan 75 staf lembaga antirasuah karena dianggap tidak lulus tes wasasan kebangsaan (TWK).

"Menyedihkan dan menyesakan, tepat 2 hari jelang Idulfitri dan 10 hari jelang peringatan 23 tahun reformasi, KPK menghadapi masa paling kelam dalam sejarahnya," ujar dia.

Menurutnya, kondisi paling kelam tersebut setelah Undang-Undang (UU) KPK direvisi untuk memaksa KPK berada di bawah presiden. Kemudian, staf atau pegawai KPK yang memiliki reputasi hebat dinonaktifkan karena alasan sumir, yakni tidak lolos TWK.

Tes TWK untuk alih pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) ini sumir karena tidak jelasnya kriteria wawasan kebangsaan dimaksud. Jika merujuk pada poin-poin pertanyaan dalam TWK, hampir sulit membuat kesimpulan bahwa seseorang tidak memiliki wawasan kebangsaan.

"Oleh karena itu, banyak warga masyarakat dan ormas yang telah menyatakan agar hasil tes tersebut dibatalkan," ujarnya.

Bukan saja karena sangat sumir, lanjut Ray, tetapi bahkan dipandang punya kecenderungan melecehkan kaum perempuan dan memunculkan sensitifas paham keagamaan.

Atas dasar itu, Ray mendorong para aktivis 98 untuk bersama-sama menguatkan kembali gerakan antikorupsi dan tujuan reformasi. KPK adalah simbol terakhir hasil gerakan reformasi '98 yang belum sepenuhnya dapat ditaklukan.

Selain itu, lanjut Ray, di banyak tuntutan reformasi telah terjadi degradasi yang begitu kuat. Kebebasan berpendapat, berserikat, perlindungan HAM merosot, profesionalisme TNI dan Polri yang sekarang mulai lagi kabur, tak berbilang semangat antinapotisme dan oligarki yang hampir hapus oleh siklus pemilu atau pilkada lima tahunan.

"Nepotisme dan oligarki marak di dalam politik. Tentu, terasa memilukan di saat kita tengah merayakan 23 tahun reformasi, justru kita menemui berbagai hasil reformasi yang tengah dihancurkan," ujarnya.

795