Home Politik Peringatan 23 Tahun Reformasi Tuntut Ketua KPK Dicopot

Peringatan 23 Tahun Reformasi Tuntut Ketua KPK Dicopot

Yogyakarta, Gatra.com  - Massa atas nama Komite Bersama Reformasi (KBR) menggelar demonstrasi memperingati 23 tahun Reformasi. Salah satu tuntutannya, Ketua KPK Firli Bahuri diminta mundur.

Massa KBR berunjuk rasa di halaman markas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Sleman, Jumat siang (21/5).

"Demonstrasi ini ekspresi kekecewaan masyarakat sipil terhadap lemahnya pemberantasan korupsi. Dua puluh tiga tahun berlalu, reformasi menyisakan paradoks," kata Humas KBR Viola Nada dalam pernyataan tertulis.

Menurut dia, lembaga yang lahir karena reformasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), semakin lemah dan digerogoti habis-habisan.  

Ola menjelaskan, Ketua KPK Komisaris Jenderal Firli Bahuri memiliki beberapa catatan buruk. Firli diduga terlibat dalam kasus suap saat menjabat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan pada 2019.

Firli terbukti melanggar etik dengan bergaya hidup mewah ketika pulang kampung ke Baturaja, Sumatera Selatan menggunakan helikopter.

"Tapi, Dewan Pengawas KPK hanya menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis," katanya.

Kasus teranyar adalah tes wawasan kebangsaan untuk alih status 75 pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara menuai polemik. Sebagian pegawai yang tidak lulus tes, termasuk penyidik senior Novel Baswedan yang kerap mengungkap kasus korupsi skala besar.

Sejumlah pertanyaan aneh muncul dalam tes tersebut. Tes wawasan kebangsaan ini mengukur sikap beragama dan ideologi yang dihubungkan dengan tudingan radikalisme.

"Tes ini mengingatkan pada pada masa Orde Baru, misalnya penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan proses penelitian khusus," tutur Ola.

Menurutnya, upaya pelemahan KPK sebelumnya terjadi melalui revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 yang membuat penyidik KPK tidak bisa independen.

Untuk itu, KBR menuntut hasil tes wawasan kebangsaan terhadap 75 pegawai KPK dibatalkan dan mengembalikan penegakan hukum dan KPK yang independen.

"Copot Ketua KPK Firli Bahuri karena banyak dugaan pelanggaran etik termasuk bersinggungan dengan kebijakan TWK 75 pegawai," imbuh Ola.

Selain lemahnya pemberantasan korupsi, KBR juga mengecam serangan terhadap gerakan pro-demokrasi, kriminalisasi pembela hak asasi manusia, dan kebijakan Presiden Joko Widodo yang mengembalikan Indonesia kepada sentralisasi kekuasaan presiden seperti zaman Orde Baru, misalnya melalui Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law.

"Aturan itu melemahkan buruh, berpotensi merusak lingkungan karena memberikan karpet merah untuk investor, dan mengkriminalisasi warga dan pegiat lingkungan," ujarnya.

Ia mencontohkan penggunaan kekerasan dan penangkapan warga Desa Wadas di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah oleh polisi.

"Polisi juga menangkap ratusan mahasiswa di Jakarta saat aksi May Day dengan alasan bukan buruh," katanya.

Selain itu, KRB menyoroti aturan yang melarang demonstrasi di kawasan Mlioboro, Istana Negara Gedung Agung, Keraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, dan Kotagede, dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta bernomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.

"Aturan ini bertentangan dengan semangat reformasi 1998 dan menghidupkan otoritarianisme ala Orde Baru karena melibatkan tentara atau militer dalam koordinasi dan pemantauan penyampaian pendapat di muka umum," ujarnya.

814