Home Gaya Hidup Tanpa Plastik 12 Tahun, Keluarga Ini Bikin Produk Sendiri

Tanpa Plastik 12 Tahun, Keluarga Ini Bikin Produk Sendiri

Bantul, Gatra.com - Tak ingin merusak bumi dengan menambah sampah plastik, keluarga Yos Handani memilih prinsip hidup tak menggunakan berbagai produk berkemasan plastik sejak 12 tahun lalu. Prinsip ini malah melahirkan inovasi produk makanan organik yang disenangi ekspatriat. 
 
Di yayasan bernama Rumah Inspirasi Jogja (Rumijo) Eco Indonesia di Dusun Kalipucang, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Yos bersama istrinya, Filiana Mila Dewi, menerapkan dan menularkan prinsip hidup tanpa plastik.
 
"Kami tidak memakai berbagai produk berbahan plastik sejak 12 tahun lalu dan mendirikan yayasan ini di 2011 lalu. Kalau terpaksa menggunakan plastik, terutama tas kresek, kami menggunakan bahan pakai ulang," jelas Yos saat ditemui Selasa (25/5).
 
Bagi Yos, keberadaan plastik kemasan pembungkus produk ini akan menambah beban bumi atas sampah plastik yang mengancam kehidupan. Terlebih lagi jika sampai dibakar, asap sampah plastik bakal menghasilkan dioksida berbahaya bagi kehidupan.
 
Prinsip ini membuat Yos sekeluarga berkreasi dengan menghasilkan produk-produk sendiri seperti pasta gigi yang semula berbahan kulit telur namun sekarang diganti dengan arang bambu. Pasta gigi dipilih karena sampah kemasan pembungkusnya tidak bisa digunakan lagi.
 
Dari sini, dibuat produk kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi dan produk berbahan baku minyak kelapa.
 
"Sejak setengah tahun lalu muncul keprihatinan akan banyak kemasan bumbu kaldu. Kami mencoba berkreasi menghadirkan bumbu kaldu sendiri dan hasilnya kaldu tempe yang rasanya seperti bumbu di pasaran kami hadirkan," katanya.
 
Diberi nama Bumbu Ibu, kaldu tempe ini diharapkan menumbuhkan kesadaran pada 'ibu' bumi yang memberikan segalanya pada manusia tanpa mengharapkan balasan, hanya minta dirawat dan dihargai. 
 
Penggunaan kaldu menurut Yos juga meminimalkan penggunaan garam yang berlebihan. Hal ini mengingat banyak sampah dibuang ke sungai, sedangkan air sungai mengalir ke laut sebagai tempat produksi garam.
 
"Per 100 gramnya kami jual Rp45 ribu. Jika membeli ulang dengan membawa botol untuk diisi ulang, kami berikan potongan Rp10 ribu. Kaldu tempe ini banyak diminati rekan-rekan ekspatriat di Jakarta, Bali, Surabaya dan Yogyakarta sendiri," jelasnya.
 
Istri Yos, Filiana Mila Dewi, menceritakan bahwa seluruh bahan tempe yang digunakan sebagai kaldu adalah tempe yang sudah tidak laku dijual di pasar. Tiga hari sekali ia berburu tempe di pasar dan membarternya dengan kaldu.
 
"Prosesnya, bersama bumbu tempe ini kita tumbuk, kemudian kita oven hingga satu-dua jam. Usai proses ini olahan ini terus kita dan langsung dikemas," katanya. 
 
Baik Yos maupun Dewi tak khawatir kaldu tempe berbahan organik ini akan kalah pamor dengan produk kaldu yang dikembangkan perusahaan besar. Kehadiran kaldu ini membentuk sistem baru dalam mengurangi penggunaan plastik.
 
1026