Home Internasional Penekanan AS ke PA di Rekonstruksi Gaza, Berisiko Bumerang

Penekanan AS ke PA di Rekonstruksi Gaza, Berisiko Bumerang

Jakarta, Gatra.com – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Antony Blinken telah menyelesaikan tur ke Timur Tengah. Ia berjanji untuk bekerja menuju “kesetaraan” bagi Palestina, sambil meyakinkan Israel bahwa dukungan jangka panjangnya akan tetap tak tergoyahkan. Dilansir dari stasiun berita Al Jazeera pada Jumat, (28/5) pemerintahan Biden itu telah mengatakan AS akan “bermitra” dengan Otoritas Palestina atau Palestinian Authority (PA), bersama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Mesir dan negara-negara Teluk untuk menyalurkan bantuan ke Gaza. Mereka pun berjanji guna bekerja dengan mitranya agar memastikan bahwa Hamas tidak akan mendapatkan keuntungan dari uang senilai 360 juta dolar (setara dengan 5,1 triliun rupiah), yang dijanjikannya untuk rekonstruksi serta pembangunan Palestina.

Meski begitu, PA yang didominasi oleh Partai Fatah, sebagian besar tetap berada di sela-sela peningkatan kekerasan baru-baru ini. Otoritas Palestina juga telah menjalankan otoritas terbatas di Gaza sejak Hamas menguasai daerah kantong pesisir pada tahun 2007, menyusul perang saudara singkat antara Fatah dan Hamas seusai Hamas memenangkan pemilihan umum atau pemilu 2006 lalu. Sementara itu diketahui bahwa PA yang mengatur sebagian Tepi Barat atau West Bank yang diduduki, beberapa pengamat mempertanyakan penekanan Amerika Serikat dalam berurusan dengan otoritas tersebut.

Pada pemilu bulan Maret kemarin, Fatah justru menunjukkan dukungan kuatnya atas Hamas. Tetapi itu sebelum Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, kembali menunda pemilihan umum tersebut pada bulan April lalu, sebuah langkah yang disambut dengan protes. Otoritas Palestina kemudian dituduh tidak bertindak di tengah protes atas pengusiran paksa keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur, yang diduduki dan adanya tindakan keras oleh pasukan keamanan Israel di Kompleks Masjid Al-Aqsa. Situs ini dihormati oleh Muslim dan Yahudi, yang menyebutnya sebagai Temple Mount.

Usai tindakan keras polisi Israel di situs tersebut yang menyebabkan ratusan warga Palestina terluka pada (10/4), Hamas mengeluarkan ultimatum untuk menuntut pasukan Israel meninggalkan daerah itu. Setelah batas waktu berakhir, tak lama kemudian kelompok itu menembakkan beberapa roket ke arah Yerusalem dan Israel malah melancarkan serangan udara di Gaza.

“Intervensi telah memungkinkan Hamas untuk memposisikan dirinya tidak hanya sebagai yang utama, tetapi benar-benar satu-satunya kekuatan perlawanan terhadap Israel dan pendudukan. Di mana, sangat berbeda dengan Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah, yang hanya semakin dilihat sebagai yang lebih lemah oleh kebanyakan orang Palestina,” kata Julie Norman, Dosen Hubungan Internasional (HI) di University College London, mengatakan kepada stasiun berita Al Jazeera.

Di samping itu, sebelum Blinken melakukan tur, seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan kepada wartawan dalam briefingnya, bahwa pemerintah AS berusaha untuk “menyusun” pengiriman bantuan ke Gaza dengan proses yang diharapkan guna memperkenalkan kembali dan mengintegrasikan kembali Otoritas Palestina ke Gaza.

Akan tetapi cita-cita seperti itu, terang Norman, tidak terlalu mungkin dan berpotensi menjadi bumerang. Karena Hamas diperkirakan akan mengalami lonjakan dukungan di antara beberapa segmen warga Palestina sesudah terjadi kekerasan. Di mana, serangan Israel telah menewaskan sebanyak 254. orang, termasuk 66 anak-anak di Gaza. Serta infrastruktur, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang rusak parah. Sedangkan, sedikitnya 12 warga Israel, termasuk dua anak tewas akibat serangan roket yang dilakukan oleh Hamas dan kelompok bersenjata lainnya yang berbasis di Gaza.

Adapun diketahui, kekuatan Barat telah lama terlibat dengan PA sebagai perwakilan de facto Palestina, dengan AS dan Uni Eropa (UE) yang menganggap Hamas sebagai “organisasi teroris”. Selain itu, gencatan senjata Israel-Hamas baru-baru ini telah dicapai melalui mediator Mesir yang bolak-balik antara Tel Aviv dan Gaza.

“Dalam hal popularitas aktual mereka, dukungan dan kemampuan untuk melakukan banyak hal di lapangan, PA sangat terbatas sekarang. Ini akan menjadi perjuangan yang sangat berat bagi AS, agar PA menjadi saluran utama untuk bantuan ini dan untuk memulihkan kekuatan ke Palestina atau ke warga Palestina,” ungkap Norman kepada stasiun berita Al Jazeera. “Dan itu bisa semakin memecah perpecahan Fatah-Hamas dengan cara yang bisa membuat segalanya lebih sulit di masa depan,” tambahnya.

98