Home Hukum Kerugian Negara di Asabri Selisih Rp1 T, Ini Penjelasan BPK

Kerugian Negara di Asabri Selisih Rp1 T, Ini Penjelasan BPK

Jakarta, Gatra.com – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna, menyatakan bahwa total kerugian keuangan negara akibat kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri tidak pernah berkurang.

"Mengenai masalah angka yang berkurang, angka tidak pernah berkurang karena angka itu baru disampaikan pada hari ini," kata Firman dalam konferensi pers secara daring bersama Jaksa Agung Burhanuddin di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Senin (31/5).

Menurutnya, adapun angka yang sempat disampaikan sebelumnya dari pihak penyidik atau Kejagung sebesar Rp23,7 triliun lebih, itu baru perkiraan atau taksiran dan bukan angka pasti.

"Teman-teman dari Kejaksaan, kalau ada angka yang berbeda, wajar-wajar saja karena teman-teman, mereka kira-kira," katanya.

Untuk mengetahui angka pasti kerugian keuangan negaranya, Kejagung meminta BPK untuk menghitungnya. BPK kemudian melakukan penghitungan dan mengasilkan angka nyata dan pasti yakni Rp22,78 triliun.

"Didapatlah angka yang nyata dan pasti, bahasa hukumnya adalah angka yang nyata dan pasti jumlahnya. Angka yang nyata dan pasti itu ada dalam hasil laporan hasil pemeriksaan atas perhitungan kerugian negara yang disampaikan pada tanggal 27 [Mei] dan konpresnya dilakukan pada hari ini. Jadi tidak ada yang kurang ya. Jadi angkanya kurang lebih seperti itu. Yang kemarin teman-teman denger itu ancer-ancer saja," ujarnya.

Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan 9 orang tersangka. Tujuh orang di antaranya, yakni 5 orang mantan pejabat PT Asabri dan 2 petinggi perusahaan segera menjalani sidang karena Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang buktinya kepada Jaksa Penuntut Umum pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus dan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.

"Tujuh berkas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Keuangan dan Investasi pada PT Asabri [diserahkan] kepada Tim Jaksa Penuntut Umum," kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Jumat (28/5).

Penyerahan 7 tersangka dan barang bukti dilaksanakan setelah ketujuh berkas perkara para tersebut dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Tim Jaksa Peneliti (Jaksa P. 16) pada Kamis kemarin (27/5). Adapun ke-7 orang tersangkanya, yakni:

1. ARD selaku Dirut PT Asabri periode tahun 2011 sampai dengan Maret 2016.
2. SW selaku Direktur Utama PT Asabri (Persero) periode Maret 2016 sampai dengan Juli 2020.
3. BE selaku Mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008 sampai dengan Juni 2014.
4. HS selaku Direktur PT Asabri (Persero) periode 2013 sampai dengan 2014 dan 2015 sampai dengan 2019.
5. IWS selaku Kadiv Investasi PT Asabri Juli 2012 sampai dengan Januari 2017.
6. LP selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan.
7. JS selaku Direktur Jakarta Emiten.

Leo menjelaskan, kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri tersebut yakni pada kurun waktu Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2019, PT Asabri (Persero) telah melakukan kerja sama dengan beberapa pihak.

Kerja sama tersebut untuk mengatur dan mengendalikan dana investasi PT Asabri (Persero) dalam investasi pembelian saham melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana melalui beberapa perusahaan Manajemen Investasi (MI) dengan cara menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujarnya.

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka ketujuh orang di atas melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidairnya, melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctyo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

72