Home Hukum Komnas Perempuan Dapat Komitmen Bebas Kekerasan di Papua

Komnas Perempuan Dapat Komitmen Bebas Kekerasan di Papua

Jakarta, Gatra.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah mendapat komitmen dari Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, guna mendorong kawasan bebas kekerasan terkait Hak Asasi Manusia (HAM) maupun kekerasan terhadap perempuan.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, Senin petang, (31/5) seusai menjadi narasumber dalam acara #PapuanWeek Mei 2021 bertajuk “Merawat Ingatan: Pelanggaran HAM Masa Lalu, Kekerasan dan Gerakan Perempuan Papua”, yang disiarkan di Instagram resmi Komnas Perempuan, @KomnasPerempuan, pada Senin sore, (31/5).

“Dan kita mendorong lahirnya peraturan khusus, Perdasus Papua untuk apa, pemilihan bagi perempuan korban kekerasan dan pelanggaran HAM, yang saat ini memang kita sedang dorong implementasinya, gitu,” sambungnya.

Sementara itu, kata Yentriyani, Indonesia perlu mengetahui apa yang dialami oleh masyarakat di Papua, terutama dalam pelanggaran HAM. Di mana, tentu bangsa ini tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Meski begitu, upaya koreksi harus dilakukan dengan sangat sungguh-sungguh.

“Pendekatan keamanan kan sudah jelas merupakan langkah yang tidak akan bisa mencegah ya, bahkan bisa memperburuk kondisi yang ada. Karena itu, kami sungguh berharap pemerintah bisa terus mengupayakan pendekatan yang lebih non-kekerasan gitu dengan dialog damai dan juga menempatkan perspektif keadilan gender. Itu sebagai bagian yang integral dalam proses seluruh pemilihan kondisi. Jadi apa ya, yang kita butuh cari jalan yang lebih mendalam untuk bisa membantu perempuan Papua keluar dari keterpurukannya,” jelasnya.

Adapun tambah Yentriyani, dialog damai di sini harus disertai dengan langkah-langkah afirmasi, termasuk menimbang ulang soal pola pengambilan keputusan untuk kebijakan pembangunan, tatakelola Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM), tatakelola sumber daya Otonomi Khusus (Otsus), serta bagaimana membangun pendidikan penguatan kapasitas bagi masyarakat Papua. Khususnya perempuan dalam hal mengelola, misalnya dana dukungan yang dapat mereka peroleh.

Selain itu menurutnya, secara umum, perempuan Papua juga dipengaruhi oleh konteks kekerasan yang berlanjut. Seperti, jika terjadi insiden-insiden kekerasan itu ditemukan korban langsung ataupun secara tidak langsung yang terintimidasi.

Komnas Perempuan juga melihat bahwa angka kekerasan terhadap perempuan di Papua, baik itu di rumah tangga maupun di publik juga tinggi dan memang kurang terlapor. Kemudian situasi infrastruktur secara umum untuk penanganannya juga sangat terbatas, alhasil menyulitkan mereka untuk melaporkan kasusnya.

“Jadi, kita perlu bikin perhatian yang lebih baik lah ya untuk bisa memotret dengan lebih cermat apa yang dialami oleh perempuan Papua,” tandas Ketua Komnas Perempuan itu.

109