Home Hukum Kejagung Tahan Direktur ICR terkait Korupsi IUP Batu Bara Sarolangun

Kejagung Tahan Direktur ICR terkait Korupsi IUP Batu Bara Sarolangun

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan Direktur Operasional PT Indonesia Coal Resources (ICR), AT, dalam kasus dugaan korupsi Penyimpangan Dalam Proses Pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batu Bara di Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntkan, di Jakarta, Kamis (3/6), menyampaikan, tersangka itu ditahan usai menjalani pemeriksaan.

Leo menjelaskan, penyidik juga memeriksa Komisaris Utama (Komut) PT Antam, Tbk. tahun 2010, WAM sebagai saksi. Penyidik memeriksa WAM mengenai mekanisme atau Standard Operating Procedure (SOP) akuisisi PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) oleh PT Indonesia Coal Resources (ICR). Begitu juga AT.

"Setelah selesai pemeriksaan, 1 dari 2 orang terperiksa, yang juga berstatus sebagai tersangka dalam perkara ini, yaitu AT selaku Direktur Operasional PT ICR yang seyogyanya diperiksa kemarin Rabu, 2 Juni 2021, hari ini dengan itikad baik datang menghadiri pemeriksaan dan kemudian dilakukan penahanan," ujarnya.

Penyidik menahan tersangka AT selama 20 hari, terhitung 3 Juni 2021 sampai dengan 22 Juni 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

"Sebelum dilakukan penahanan, tersangka telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab antigen serta dinyatakan sehat," katanya.

Adapun peran tersangka AT dalam kasus ini, ujar Leo, yakni bersama dengan tersangka BM memaparkan data-data yang tidak valid, karena menyampaikan kepada pemegang saham (PT Antam, Tbk.) bahwa IUP lahan objek akuisisi telah operasi produksi, padahal sebenarnya IUP yang telah operasi produksi hanya pada lahan 199 hektare. Sedangkan sisanya sebanyak 201 hektare masih dalam tahap izin eksplorasi.

Tersangka AT menerima IUP Operasi Produksi (OP) Nomor 32 Tahun 2010 dari fax Kantor PT Tamarona Mas International (TMI), dan meminta pihak Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan Legal Due Dilligence untuk melampirkannya.

Kemudian, tersangka meminta penilaian aset kepada KJPP tentang penilaian properti bukan penilaian entitas bisnis, sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 125 / PMK.01 / 2008 tentang Jasa Penilai Publik, untuk melakukan penilaian saham seharusnya menggunakan KJPP tentang penilai bisnis.

Atas perbuatan tersebut Kejagung menyangka AT melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP;

Subsidairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Penanganan perkara ini merupakan program prioritas Jaksa Agung Burhanuddin tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus.

852