Home Ekonomi Pelemahan KPK Berdampak Buruk terhadap Iklim Investasi Indonesia

Pelemahan KPK Berdampak Buruk terhadap Iklim Investasi Indonesia

Jakarta, Gatra.com –‎ Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Farouk Abdullah Alwyni, menilai bahwa pelemahan KPK yang terjadi saat ini akan menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian dalam negeri, khususnya iklim investasi.

“Persoalan pembebastugasan 75 pegawai KPK dengan dasar yang tidak jelas harus disadari bukan sekadar persoalan kepegawaian, tetapi lebih dari itu, persoalan yang dapat berakibat buruk bagi perekonomian Indonesia,” ujar Farouk Alwyni melalui keterangan tertilis pada Jumat (11/6).

Menurut mantan Direktur Bank Muamalat ini, pelemahan KPK secara langsung akan membentuk cara pandang dunia bisnis internasional. Investor akan melihat Indonesia sebagai tempat yang tidak atraktif untuk menanamkan modal dan melakukan bisnis.

Farouk menambahkan, negara dengan iklim koruptif akan diasosiasikan sebagai high cost economy oleh para investor. Hal itu dengan terang menggambarkan bahwa efisiensi investasi di negara tersebut tidak akan optimal.

“Investor tentu ikut menilai peta korupsi di suatu negara. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar ongkos investasi. Dan negara seperti ini tidak sesuai dengan habitus pebisnis yang mementingkan efisiensi biaya,” katanya.

Farouk menambahkan, salah satu indikator perlu diperhatikan paling pertama adalah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang melorot semula 40 menjadi 37 di tahun 2020. Dari segi peringkat, Indonesia [peringkat 102] setara Gambia [102] dan beberapa tingkat lebih buruk dari Ethiopia [92]. Ini merupakan penurunan indeks terparah dalam dua dekade terakhir.

“IPK yang jeblok ini menyebabkan apa yang disebut sebagai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia kalah dari negara lain terutama di wilayah ASEAN. ICOR Indonesia pada tahun 2020 berada di angka 6,8%, kalah dari Vietnam yang ada di angka 3,7%; Filipina 4,1%; dan Malaysia 5,4%.” papar Farouk.

Sebagai informasi, ICOR yang ideal berada di kisaran 3%. ICOR merupakan cerminan tentang seberapa besar investasi yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Makin rendah angka ICOR, maka makin efisien sebuah investasi. Sebaliknya, jika ICOR tinggi, itu berarti investasi tak efisien.

Lebih lanjut, Farouk menjelaskan bahwa ICOR turut begitu dipengaruhi oleh kemudahan dalam berbisnis. Namun praktik yang terjadi selama ini justru sebaliknya. Banyak investor merasa ada problem struktural yang membuat mereka mau tidak mau harus berhadapan dengan birokrat korup pemburu rente.

“Dalam perspektif investor asing, mereka tidak banyak pilihan atas sektor riil investasi di Indonesia yang suka tidak suka membuatnya harus berhadapan dengan praktik kartel, monopoli, dan lobi-lobi bisnis yang ongkosnya tidak sedikit,” kata Farouk.

Sebagai penutup, Farouk menilai kisruh KPK perlu diwaspadai sebagai sinyalemen yang memperburuk berbagai lapis masalah, mula-mula adalah kepastian hukum. Buruknya kepastian hukum akan membuka celah korupsi. Hal tersebut pada nantinya menjadikan investor asing berpandangan bahwa Indonesia adalah pasar yang harus dihindari.

“Pekerjaan beratnya adalah bukan hanya investor asing yang perlu diyakinkan. Investor domestik pun perlu ditahan agar tidak menanamkan modalnya ke luar negeri,” ujarnya.

469